Hendri Satrio: Kalau Semangatnya Demi 'Kalahkan' Jokowi, PDIP Harus Minta Konstituen Dukung Anies
Menurutnya, sangat terbuka bahwa partai besutan Megawati Soekarnoputri itu akan mengusung Anies dan dikawinkan dengan kadernya sendiri.
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar komunikasi politik Hendri Satrio menilai Pilkada Jakarta 2024 bakal diikuti tiga pasangan calon.
Hal ini merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan pengujian Undang-Undang (UU) Pilkada yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora terkait pengusungan partai yang tak punya kursi di DPRD.
Partai Buruh dan Partai Gelora sebelumnya menggugat aturan terkait batasan partai politik tanpa kursi di DPRD dalam pengusungan pasangan calon (paslon) di Pilkada.
"Ini hal membahagiakan sekaligus mengejutkan untuk warga Jakarta, sebagian mungkin bahagia banget karena akhirnya bisa memiliki tiga pasang calon gubernur," kata Hendri Satrio kepada Tribun, Selasa (20/8/2024).
Menurutnya saat ini semua pihak sedang menunggu langkah PDI Perjuangan.
Siapa kira-kira sosok yang akan didukung maju Pilgub Jakarta.
"Akankah PDIP memutuskan untuk mengusung kadernya sendiri atau Anies Baswedan?" ujarnya.
Menurutnya, sangat terbuka bahwa partai besutan Megawati Soekarnoputri itu akan mengusung Anies dan dikawinkan dengan kadernya sendiri.
"Bisa saja Ahok ataupun nama baru seperti Rano Karno," ujarnya.
"Tetapi kalau semangatnya adalah untuk mengalahkan Jokowi, sangat mungkin PDIP meminta pengertian dari konstituen dan pendukungnya untuk mendukung Anies Baswedan dalam pilkada Jakarta," ujarnya.
Hendri Satrio menyebut pertarungan bakal berlangsung seru.
"Tentu saja akan jadi ramai dan seru karena harus 50 persen plus satu, apakah satu putaran atau dua putaran ya kita lihat nanti. Yang jelas ada calon PDIP, ada Ridwan Kamil ada Dharma Pongrekun, nah kita pilih, mudah mudahan ada tiga pasang calon," ujarnya.
Namun demikian Hendri Satrio mendorong partai politik untuk berani mengusung calon yang berasal dari kadernya sendiri.
"Ayolah parpol-parpol usung calon sendiri. Kan hanya 7,5 persen, jangan ngintil ngintil berkoalisi, padahal bisa mencalonkan sendiri, ini saatnya setiap parpol mengusung kadernya sendiri, jangan terlalu tergantung dengan koalisi koalisi, ayo maju," ujarnya.
Cagub dari PDIP mengerucut 2 nama
Politisi PDIP, Mohamad Guntur Romli, mengungkapkan kemungkinan calon yang diusung PDIP di Pilkada DKI Jakarta 2024 setelah adanya perubahan putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat pencalonan kepala daerah.
Menurutnya, calon gubernur (cagub) yang bakal diusung PDIP telah mengerucut kepada dua nama.
Dua nama itu adalah Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Terkait putusan MK, PDI Perjuangan makin semangat dan yakin mengajukan kader-kader terbaik dari nama-nama yang sudah beredar."
"Misalnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) atau bekerja sama dengan parpol lain mengusung nama yang sudah muncul, misalnya Anies yang berpasangan dengan kader PDIP seperti yang disampaikan oleh Pak Said Abdullah Ketua DPP, Anies-Hendrar Prihadi (Hendi)," urai Romli, Selasa (20/8/2024).
Baca juga: Duet Anies-Ahok Mencuat usai MK Turunkan Ambang Batas Pencalonan di Pilkada, Ini Kata PDIP
Ia menyatakan, berdasarkan survei terbaru, nama Ahok dan Anies menjadi pilihan utama yang akan diusung PDIP.
Adapun, nama-nama tersebut masih menjadi pertimbangan bagi PDIP untuk maju Pilgub Jakarta 2024.
"Belum. Semua masih jadi pertimbangan. Kan nama-nama yang muncul di survei kan Pak Anies dengan Pak Ahok," ujar dia.
Sebelumnya, Ketua DPP PDIP, Said Abdullah, mengatakan pihaknya sudah berkomunikasi dengan Anies soal pencalonan gubernur DKI Jakarta 2024.
Dalam komunikasi itu, lanjut Said, Anies bersedia diusung PDIP menjadi cagub bersama mantan Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi alias Hendi.
Menurut Said, Anies dan Hendi sudah sama-sama bersedia maju Pilkada DKI Jakarta 2024.
"Saya yang komunikasi (dengan Anies). Ya memang dari sejak awal Pak Anies yang cagub, kami akan (usung) orang keduanya (cawagub)," kata Said, Senin (19/8/2024).
"Sejak awal, Anies juga sudah bersedia. Begitu juga dengan kader PDIP yang menjadi pendampingnya," tegasnya.
Ahok sebut DPP PDIP gelar rapat
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Basuki Tjahja Purnama atau Ahok mengungkapkan tengah menunggu hasil rapat DPP Partai terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal persyaratan mendukung calon kepala daerah.
Sehingga, dia belum mau mengomentari lebih jauh soal putusan MK tersebut.
Diketahui berdasarkan putusan Putusan MK 60/PUU-XXII/2024. Kini pencalonan gubernur atau calon wakil gubernur hanya membutuhkan 7,5 persen suara partai politik di pemilu legislatif 2024.
Artinya PDIP yang mendapat perolehan suara di Pemilu 2024 di Jakarta 14,01 persen atau 850.174 suara bisa ikut bertarung tanpa harus berkoalisi.
"Kami sedang nunggu hasil rapat DPP," kata Ahok kepada wartawan, Selasa (20/8/2024).
Lebih lanjut, Ahok juga ditanya kemungkinan hasil rapat DPP ini bakal diputuskan atau masih mematangkan untuk Pilkada Jakarta pada hari ini?
Termasuk, soal kemungkinan PDIP mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta.
Ahok pun merespons bahwa keputusan MK ini tentu akan merubah peta politik pencalonan kepala daerah se-Indonesia.
"Ini kemungkinan mengubah seluruh peta pencalonan se-Indonesia," jelas Ahok.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memastikan partai non seat alias tidak memiliki kursi di DPRD dapat mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubenur.
Hal tersebut sebagaimana Putusan MK 60/PUU-XXII/2024, yang dimohonkan Partai Buruh dan Partai Gelora.
MK menolak permohonan provisi para pemohon. Namun, Mahkamah mengabulkan bagian pokok permohonan.
"Dalam pokok permohonan: Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Suhartoyo menyatakan, Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:
"Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftatkan pasangan calon jika telah memenuhi syarat sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2. 000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di provinsi tersebut;
b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik perserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.
c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemih tetap lebih dari 6.000.000(enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut
d. provinsi dengan jumah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedkt 6,5% (enam setengah persen) di provinsi tersebut;
Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota:
a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihn tetap sampai dengan 250.00 (dua ratus ima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut.
b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus ima puluh ribu) sampai dengan 500.00 (ima ratus ribu) jiwa, partai politij atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 8,5% (delapan setengah persen) di kabupaten kota tersebut;
c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihan tetap lebih dari 500.000 (ima ratus ribu) sampai dengan 1.000.00 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 7,5% (tujuh setengah persen) di kabupaten kota tersebut;
d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.0000 (satu juta) jiwa, parai politik atau gabungan partai poitik peseria pemiu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% (enam selengah persen) di kabupaten/kota tersebut;".
Sebelumnya, Partai Buruh dan Partai Gelora menggugat aturan terkait batasan partai politik tanpa kursi di DPRD dalam pengusungan pasangan calon (paslon) di Pilkada.
Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 40 Ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada).
Pasal tersebut berbunyi, "Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah."
Ketua tim hukum Partai Buruh dan Partai Gelora, Said Salahuddin, mengaku pihaknya dirugikan secara konstitusional atas keberlakuan pasal a quo.
Lebih lanjut, ia menilai, persyaratan pendaftaran pasangan calon yang diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol lebih berat daripada persyaratan pendaftaran pasangan calon dari jalur perseorangan.
"Paslon yang diusulkan parpol, berbasis pada perolehan suara sah. Sedangkan, paslon perseorangan berbasis pada dukungan KTP pemilih," ungkapnya.
Baca juga: Ungkap Kapan PDIP Deklarasi Dukung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta, Hasto: Tunggu Tanggal Mainnya
Dalam petitumnya, Partai Buruh dan Partai Gelora meminta MK, menyatakan Pasal 40 Ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "dalam hal partai politik atau gabungan partai politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat 1, jika hasil bagi jumlah akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum Anggota Dewan Perwakailan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan menghasilkan angka pecahan, maka dihitung dengan pembulatan ke atas".
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.