MK Kabulkan Permohonan Kampanye Pilkada di Tempat Pendidikan, Tapi Ada Syaratnya
MK telah mengatur kegiatan kampanye di tempat pendidikan diperbolehkan, dengan syarat, mendapatkan izin dari penanggung jawab tempat pendidikan.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan pengujian undang-undang Pilkada terkait larangan kampanye.
Hal tersebut ditegaskan Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang putusan pengujian Pasal 69 huruf i Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada), yang diajukan dua orang mahasiswa.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Suhartoyo dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 69/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi telah mengatur kegiatan kampanye di tempat pendidikan diperbolehkan, dengan syarat, mendapatkan izin dari penanggung jawab tempat pendidikan tersebut serta hadir tanpa membawa atribut kampanye.
"Menyatakan frasa 'tempat pendidikan' dalam norma Pasal 69 huruf i Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai dikecualikan bagi perguruan tinggi yang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi atau sebutan lain dan hadir tanpa atribut kampanye Pemilu," tegas Ketua MK Suhartoyo.
Baca juga: MK Peringatkan KPU Jika Tetap Loloskan Calon Kepala Daerah yang Tak Penuhi Syarat
Dalam pertimbangan hukum Putusan a quo, Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah menjelaskan, bahwa MK menyatakan secara konstitusional, konstruksi norma Pasal 22E ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 tidak hanya sekadar dibaca bahwa pemilihan umum (pemilu) dilaksanakan untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, dan DPRD, tetapi juga harus dimaknai termasuk di dalamnya pemilihan kepala daerah.
Pemaknaan demikian menjadikan harmonisasi atau sinkronisasi pengaturan hukum pemilu untuk hal-hal yang memiliki kesamaan antara pemilu dan pemilihan kepala daerah perlu untuk dilakukan.
Terkait hal tersebut, satu di antara sejumlah tahapan pemilu dan pemilihan kepala daerah yang dapat dinilai memiliki kesamaan adalah tahap penyelenggaraan kampanye.
"Namun demikian, berkenaan dengan 'larangan menggunakan tempat pendidikan' yang diatur dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h UU 7/2017, Mahkamah telah mengecualikan larangan bagi tempat pendidikan,” ucap Guntur.
Baca juga: Putusan MK Langsung Berlaku Tapi KPU Akan Putuskan Diterapkan Sekarang atau Pilkada Berikutnya
Lebih lanjut, mengenai pengecualian larangan kampanye pada tempat pendidikan, kata Guntur, hal itu telah dinyatakan dalam amar Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 15 Agustus 2023, dimana kampanye di tempat pendidikan dapat dikecualikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.
Ia juga menyebut, pertimbangan hukum demikian dapat dibaca dan ditegaskan kembali dalam Paragraf [3.14] Putusan MK Nomor 128/PUU- XXI/2023 yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 29 November 2023.
"Karena substansi yang dimohonkan para Pemohon pada pokoknya sama dengan substansi Perkara Nomor 65/PUU-XXI/2023, tidak ada keraguan bagi Mahkamah untuk memberlakukan pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-XXI/2023 secara mutatis mutandis terhadap permohonan a quo," ucapnya.
Sebagai informasi, dua Mahasiswa, yakni Sandy Yudha Pratama Hulu dan Stefanie Gloria mengujikan Pasal 69 huruf i UU Pilkada terhadap Pasal 22E ayat (1), 28D ayat (1), dan 28C ayat (1) UUD 1945 ke MK.
Pasal 69 huruf i UU Pilkada menyatakan, “Dalam Kampanye dilarang: i. menggunakan tempat ibadah dan tempat Pendidikan.”
Sandy mendalilkan, pelaksanaan diskusi publik atau forum akademis serta debat calon presiden dan wakil presiden serta antar caleg mendapatkan atensi besar dari pihak kampus dan para mahasiswa.
Sehingga, menurutnya, apabila ketentuan dalam Pasal 69 huruf i UU Pilkada tetap dijalankan dalam Pilkada Serentak Tahun 2024, maka para Pemohon dirugikan hak konstitusionalnya karena tidak dapat ikut menguji ketajaman para calon kepala daerah mengenai visi dan misi serta gagasannya secara mendalam, kritis, dan akademis di dalam perguruan tinggi.
Selain itu, kata Sandy, para pemohon juga akan kehilangan satu cara yang paling baik dalam menentukan pilihan dalam Pilkada mendatang.
Karena itu, dalam petitum, mereka meminta MK untuk menyatakan Pasal 69 huruf i UU Pilkada sepanjang frasa “tempat pendidikan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “mengecualikan perguruan tinggi atau penyebutan serupa sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.”
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.