Pengamat Ragukan KIM Plus Pecah karena Pilkada 2024 Gunakan Putusan MK
Menurutnya, perubahan hanya akan terjadi soal ekspektasi KIM Plus dalam menjalani kontestasi Pilkada 2024, yang semula mengira akan menang mudah.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Dedi Kurnia Syah meragukan 12 partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus bakal terpecah imbas Pilkada 2024 gunakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nommor 60.
"Internal KIM sangat kecil kemungkinan ada perubahan, koalisi ini dikondisikan untuk bersama sebagai konsekuensi menyokong pemerintahan yang akan datang," kata Dedi, Jumat (23/8/2024).
Menurutnya, perubahan hanya akan terjadi soal ekspektasi KIM Plus dalam menjalani kontestasi Pilkada 2024, yang semula mengira akan menang mudah.
"Kini berbalik dan potensial menghadapi pemilih yang juga berbalik simpati pada lawan. Misal di Jakarta, besar kemungkinan PDIP akan mendulang tambahan pemilih baru yang kecewa dengan KIM Plus," jelasnya.
Baca juga: Khawatir DPR Bermanuver, Mahasiswa ITB Bakal Kawal Sampai Pendaftaran Pilkada Selesai
Adapun dalam putusan MK 60/PUU-XXII/2024. Memutuskan pemilihan Gubernur dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) 2 juta. Partai politik membutuhkan 10 persen suara sah pada Pileg sebelumnya di daerah untuk bisa ikut kontestasi di pilkada.
DPT lebih dari 2 juta sampai 6 juta atau 8,5 persen suara sah. DPT 6 juta sampai 12 juta atau 7,5% suara sah. Serta DPT lebih dari 12 juta atau 6,5% suara sah.
Sementara itu, untuk kontestasi Bupati atau Walikota. DPT 250 ribu membutuhkan 10% suara sah.
Lalu, DPT 250 ribu sampai 500 ribu atau 8,5% suara sah. Selanjutnya DPT lebih 500 ribu sampai 1 juta atau 7,5% suara sah. Terakhir DPT lebih 1 juta atau 6,5% suara sah.