Revisi UU Pilkada Jadi Diketok atau Tidak, PDIP Tetap Anut Putusan MK
PDIP tetap merujuk putusan MK dalam memajukan calon kepala daerah di Pilkada 2024, khususnya di Provinsi Jakarta.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan menyatakan mereka akan tetap merujuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor perkara 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024 dalam memajukan calon kepala daerah di Pilkada 2024, khususnya di Provinsi Jakarta.
Hal ini juga telah ditegaskan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat pidato pengumuman calon kepala daerah yang diusung PDIP, di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis (22/8/2024).
"Tadi kan Ibu (Megawati Soekarnoputri) sudah mengatakan bahwa keputusan MK nomor 60 dan 70 berdasarkan konstitusi kita itu kan sifatnya final and binding. Jadi taat," kata Hasto di Kantor DPP PDIP, Jakarta.
PDIP lanjutnya, akan tetap mendaftarkan calon mereka berdasarkan putusan MK. Dalil - dalil hukum dari MK, dinilai sesuai dengan sikap PDIP.
"Kita akan mendaftarkan berdasarkan keputusan MK. Dalil - dalil yang sudah ditetapkan MK itu sikap dari PDIP perjuangan. Karena cahaya demokrasi makin kuat, bahkan tadi dibilang bahkan rakyat berbaris menyongsong matahari yang segar," katanya.
Diketahui Mahkamah Konstitusi (MK) memutus perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 terkait rekonstruksi syarat pencalonan Pilkada 2024 dan perkara nomor 70/PUU-XXII/2024 terkait penghitungan batas usia calon kepala daerah.
Dalam putusan perkara nomor 60, MK memastikan partai non seat alias parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD, dapat mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur.
Ambang batas syarat pencalonan diubah oleh MK di mana kini pencalonan kepala daerah dihitung berdasarkan persentase tertentu dari perbandingan hasil suara pileg sebelumnya dengan jumlah penduduk yang termuat dalam daftar pemilih tetap (DPT) di provinsi tersebut.
Baca juga: PDIP Akan Umumkan Cagub-Cawagub Untuk Pilkada Jakarta, Jateng, dan Jatim Antara 24-27 Agustus 2024
MK menyatakan, Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:
"Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftatkan pasangan calon jika telah memenuhi syarat sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di provinsi tersebut;
b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.
c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000(enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut