KPK Sebut Amplop 'Serangan Fajar' Rohidin Mersyah Sebagian Sudah Terdistribusi di Pilkada Bengkulu
KPK telah menyita amplop yang berisikan uang serangan fajar dari Gubernur nonaktif Bengkulu Rohidin Mersyah.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita amplop yang berisikan uang serangan fajar dari Gubernur nonaktif Bengkulu Rohidin Mersyah.
Namun Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menyebut pihaknya tidak menyita semua amplop.
Sebagian amplop serangan fajar Rohidin Mersyah sudah terdistribusi.
"Belum ada informasi yang lengkap untuk siapa saja, tetapi yang jelas memang diduga kuat amplop-amplop tersebut, sebagian sudah ada yang terdistribusi," kata Tessa kepada wartawan, Rabu (27/11/2024).
"Dan bagi yang terlanjur diamankan, ditujukan untuk dibagikan dalam rangka agar penerima memilih yang bersangkutan untuk pencalonan sebagai kepala daerah dalam hal ini gubernur di Bengkulu selanjutnya," imbuhnya.
Baca juga: Alasan Rohidin Mersyah Tetap Bisa Maju Pilgub Bengkulu 2024 meski Statusnya Tersangka KPK
Tessa mengatakan tim penyidik saat ini masih menghitung total amplop yang berhasil disita.
Dari pendalaman sementara, satu amplop memiliki isi uang yang bervariasi. Berkisar antara Rp 20 ribu hingga Rp 100 ribu.
"Ini masih didalami oleh penyidik, isi amplopnya informasi yang saya dapatkan bervariasi antara 100 ribu, 50 ribu, dan 20 ribu," kata Tessa.
Diketahui Rohidin Mersyah ingin maju lagi sebagai gubernur.
Pada kontestasi Pilgub Bengkulu periode 2024–2029, Rohidin berpasangan dengan Meriani sebagai calon wakil gubernur.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka.
Mereka adalah Rohidin Mersyah; Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Isnan Fajri; dan ajudan Rohidin, Evriansyah alias Anca.
Dalam konstruksi perkara, KPK menduga Rohidin Mersyah diduga memeras para kepala dinas dan pejabat di lingkungan Pemprov Bengkulu untuk modal kampanye Pilkada 2024.
Dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Sabtu (23/11/2024), tim KPK turut menyita uang tunai dengan total sebesar Rp 7 miliar dalam pecahan rupiah, dolar Amerika Serikat (AS), dan dolar Singapura.
Atas perbuatannya, Rohidin bersama Evriansyah dan Isnan Fajri dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.
KPK langsung menjebloskan Rohidin bersama dua tersangka lainnya ke rutan.
Ketiganya bakal mendekam di sel tahanan setidaknya selama 20 hari pertama atau hingga 13 Desember 2024.
Tetap Bisa Maju di Pilkada Meski Ditahan KPK
Rohidin Mersyah (RM) memang ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Pemerintahan Provinsi Bengkulu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Minggu (24/11/2024).
Selain kasus dugaan korupsinya yang disorot, publik juga menyoroti soal pencalonan Rohidin sendiri di Pilkada 2024 setelah penetapan tersangkanya tersebut.
Rohidin maju menjadi calon gubernur Bengkulu periode 2024-2029, bersama Meriani sebagai calon wakil gubernur Bengkulu pendampingnya.
Lantas, apakah Rohidin tetap bisa maju di Pilgub Bengkulu meski berstatus tersangka?
Mengenai kejelasan status Rohidin di Pilkada 2024 itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Mochammad Afifuddin menjelaskan, status tersangka Rohidin tidak menghalangi proses pelantikan jika yang bersangkutan terpilih sebagai gubernur.
Aturan tersebut merujuk pada Pasal 163 ayat 6, 7, dan 8 dari Undang-undang Pilkada.
"Secara normatif, kami ingin menyampaikan, dalam hal calon gubernur atau wakil nantinya terpilih, ditetapkan menjadi, jika yang terpilih tersangka pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi gubernur dan wakil gubernur,” kata Afifuddin saat konferensi pers di Kantor Kemenko Polkam, Jakarta, Senin (25/11/2024).
Jadi, meski Rohidin berstatus tersangka, proses pelantikan tetap bisa dilanjutkan jika dia memenangkan Pilkada Bengkulu.
Afifuddin kemudian mengutip pasal 163 UU Pilkada yang menyebutkan, "Dalam hal calon gubernur dan/atau calon wakil gubernur terpilih ditetapkan menjadi tersangka pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi gubernur dan/atau wakil gubernur,” demikian bunyi Pasal 163 ayat (6) UU Pilkada.
Namun, ketentuan tersebut tidak berlaku jika Rohidin sudah berstatus terpidana ketika pelantikan berlangsung.
"Dalam hal calon gubernur dan wakil gubernur terpilih ditetapkan menjadi terpidana, berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik, dan atau wakil gubernur juga diberhentikan sebagai gubernur dan wakil gubernur kalau sudah terpidana,” ujar Afifuddin.