Partisipasi Pemilih Pilkada Jakarta 2024 Merosot Tajam, Pengamat Ungkap Beberapa Faktornya
Tingkat partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta 2024 hanya mencapai 58 persen, atau jauh dibandingkan Pilkada 2017 yang sebesar 78 persen
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta mencatat tingkat partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta 2024 hanya mencapai 58 persen, atau jauh dibandingkan Pilkada 2017 yang sebesar 78 persen. Merosotnya partisipasi pemilih ini harus menjadi perhatian serius.
Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai fenomena ini bisa berdampak pada kualitas demokrasi di Indonesia.
"Tingkat partisipasi politik sangat penting. Hidup matinya demokrasi sangat ditentukan oleh prasyarat partisipasi politik," kata Direktur Eksekutif Voxpol Center Research Pangi Syarwi Chaniago, Sabtu (7/12/2024).
Baca juga: Ketua KPU DKI Optimis Hasil Rekapitulasi Pilkada Jakarta Tidak Berubah Jauh
Ia menyebut, voter turnout atau tingkat kehadiran pemilih dalam pilkada sebelumnya menunjukkan berbagai permasalahan yang perlu menjadi bahan evaluasi bukan hanya bagi KPU, tapi juga pemerintah, dan partai politik selaku pemegang wewenang mengusung calon.
"Salah satu penyebab rendahnya partisipasi ini adalah ketidakdekatannya masyarakat dengan calon kepala daerah yang maju," ujarnya.
Ia menilai faktor lain yang membuat rendahnya partisipasi pemilih karena banyak warga merasa tidak memiliki hubungan emosional atau keterwakilan dengan kandidat yang maju. Selain itu masyarakat bisa jadi melihat calon kepala daerah yang maju tidak sesuai dengan representasi politik mereka.
"Apakah karena tidak dekat dan merasa tidak merasa dekat sama calon kepala daerah sehingga mereka memilih golput? Atau calon kepala daerah yang maju tidak sesuai dengan representasi politik mereka, artinya tidak ada pilihan alternatif," tuturnya.
Pangi kemudian juga menyoroti proses seleksi calon kepala daerah yang dianggap masih didominasi oleh elite politik. Hal ini membuat kandidat yang muncul acap kali tidak aspiratif atau bukan cermin masyarakat luas.
"Calon kepala daerah dipilih atau diseleksi elite sehingga tidak aspiratif," jelasnya.
Baca juga: Real Count Terbaru Pilkada Jakarta 2024: Pramono-Rano Berpeluang Besar Menang 1 Putaran
Ia menjelaskan golput punya beberapa bentuk, seperti golput administratif, golput teknis, dan golput ideologis.
Golput administratif terjadi ketika pemilih tidak bisa menggunakan hak pilihnya lantaran tak terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT). Menurut Pangi, masalah ini jadi tanggung jawab KPU untuk memastikan validitas data pemilih.
Sementara golput teknis disebabkan oleh hambatan seperti sulitnya akses ke TPS. Sedangkan golput ideologis muncul karena pemilih secara sadar memilih tidak mendukung kandidat mana pun sebagai bentuk protes terhadap sistem atau kandidat yang tersedia.
Penurunan partisipasi ini harus menjadi perhatian serius semua pihak, termasuk pemerintah, KPU, dan partai politik.
Baca juga: Pakar Hukum Endus Ada Pihak Pemberi Perintah Agar Terjadi Kecurangan di Pilkada Jakarta
Sebelumnya, KPU DKI Jakarta mengungkap tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada Jakarta 2024 hanya mencapai 58 persen.
"Hasil rekapitulasi dari masing-masing kota ini sudah selesai dan kami mencatat tingkat partisipasi di DKI Jakarta ini mencapai 58 persen," kata Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, Fahmi Zikrillah.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.