Tim RIDO Bakal Gugat Hasil Pilkada Jakarta 2024 ke MK, Kubu Pramono-Rano Tak Khawatir
Kubu Pramono-Rano tidak khawatir karena sudah melaksanakan cara-cara pemenangan Pilkada Jakarta dengan beretika.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Hasanudin Aco
Menurut Baco, KPU Jakarta dan jajarannya tidak mampu menghadirkan pilkada yang diharapkan oleh masyarakat Jakarta.
Sehingga bukan hanya muncul berbagai dugaan kecurangan dan pelanggaran, partisipasi pemilih dalam pilkada Jakarta kali ini menjadi yang paling rendah sepanjang sejarah.
Dari delapan juta lebih Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Jakarta hanya setengahnya saja yang menggunakan hak suara.
”DPT kita ada delapan juta, yang datang ke TPS empat juta. Kalau diberlakukan 50 persen plus satu suara, maka yang memilih pemenang dua juta. Dua juta dari delapan juta itu artinya serempat atau 25 persen. Sehingga ada tiga perempat atau 75 persen tidak memilih gubernur tersebut. Ini yang saya maksud legitimasi pemenang pilkada Jakarta sangat rendah. Bagaimana dia mau menjalankan pembangunan Jakarta kalau yang mendukung dia hanya 25 persen,” kata Baco, Minggu (8/12/2024).
Dia menyebut kondisi itu semakin buruk lantaran muncul berbagai dugaan kecurangan dan pelanggaran selama penyelenggaraan pilkada.
Namun, dugaan kecurangan dan pelanggaran tersebut tidak direspons secara cepat, cermat, dan serius oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Termasuk kecurangan yang sudah terang benderang terjadi di TPS 028 Kelurahan Pinang Ranti.
Di TPS itu ada beberapa soal, misalnya surat suara sudah tercoblos.
Sampai saat ini, belum muncul rekomendasi PSU dari Bawaslu.
”Kejadian di TPS 028 Pinang Ranti, kami akan melaporkan Bawaslu Jakarta Timur dan mungkin Bawaslu Jakarta ke DKPP karena sampai saat ini belum juga mengeluarkan rekomendasi untuk PSU di TPS 028 Pinang Ranti tersebut. Padahal nyata sekali pelanggarannya dan KPPS-nya sudah dipecat dan diberhentikan. Bahkan proses pidananya sedang berjalan di kepolisian,” beber dia.
Politisi Partai Golkar itu juga melihat dugaan kecurangan dan pelanggaran seperti C6 atau Surat Pemberitahuan Pemungutan Suara yang tidak terdistribusi kepada seluruh pemilik hak suara.
Kondisi itu, lanjut Baco, terjadi sangat masif di seluruh TPS. Menurut dia, itu juga yang menjadi salah satu penyebab rendahnya partisipasi pemilih di pilkada Jakarta tahun ini.
Tidak hanya itu, Baco menyampaikan bahwa ada banyak orang datang ke TPS membawa C6 namun tidak diverifikasi ulang menggunakan KTP. Mereka boleh langsung mencoblos. Di saat bersamaan banyak C6 dipegang oleh KPPS dan tidak disampaikan ke masyarakat.
Untuk itu, pihaknya menduga C6 itu disalahgunakan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk mencoblos. Sebab, mereka tidak diverifikasi dengan menunjukkan KTP.
”Ada juga kasus yang kami temukan daftar absen KPPS di situ ada warga yang merasa tidak mencoblos karena tidak mendapat undangan, ternyata absen di data ikut mencoblos," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.