Dideng, Seni Tradisional yang Bisa Bikin Penikmat Menangis
Menurut sang maestro Dideng, dulu banyak orang yang betah duduk berjam-jam hanya untuk mendengarkan nyanyian Dideng.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Seni budaya Dideng merupakan sebuah karya sastra lisan yang berasal dari desa Rantau Pandan Kabupaten Bungo, Jambi. Menurut seorang maestro Dideng, Jariah mengatakan, tradisi tersebut telah diwariskan secara turun-menurun antar generasi di desanya.
Wanita yang berusia lebih dari 80 tahun ini juga menceritakan, kesenian Dideng biasanya dibawakan oleh seorang penutur yang bersenandung, membawakan kisah legenda seorang putri yang sakit hati oleh anak raja.
Dalam kisah, rasa sakit sang putri membawanya lari jauh ke dalam hutan. Ketika mengembara, sang putri sesekali berhenti karena tidak tahan oleh rasa sedihnya. Ia akhirnya menangis dan menyampaikan kesedihannya pada seluruh penghuni hutan. Menurut Jariah, ratapan itulah yang diyakini sebagai cikal bakal Dideng.
Jariah mengatakan, kisah yang terdapat di seni Dideng memiliki arti yang begitu bermakna. Dimana lantunan seni Dideng mengajarkan setiap orang hidup dalam jiwa yang lapang. Mau memaafkan dan tidak menyimpan sakit hati berkepanjangan.
Meskipun menghadirkan cerita yang sedih, seni Dideng kerap ditampilkan dalam berbagai acara seperti perkawinan, khitanan, atau acara menulai padi. Menurut sang maestro Dideng, dulu banyak orang yang betah duduk berjam-jam hanya untuk mendengarkan nyanyian Dideng.
Bahkan, lantunan Dideng yang mendayu-dayu dibalut suara nyaring, sering membuat pendengarnya terasa haru hingga meneteskan air mata.
Tetap lestarikan seni Dideng
Jariah menyadari betul bahwa seni tradisional Dideng lambat laun akan tergerus oleh kesenian modern. Untuk mengantisipasi hal itu, Jariah bersama teman sejawatnya mencoba untuk terus melestarikan kesenian tersebut. Salah satunya dengan membuat sanggar seni Dideng.
Langkah pertama yang ia dan teman-temannya lakukan adalah mengumpulkan anak-anak untuk mengajari seni tutur Dideng. Lalu secara konsisten mengadakan latihan sebanyak dua hingga tiga kali dalam seminggu.
Latihan tidak hanya sebatas bagaimana cara menuturkan Dideng, namun anak-anak juga diajari cara bermain alat musik, seperti kelintang dan lainnya.
Upaya Jariah untuk terus melestarikan seni Dideng pun mendapatkan sambutan positif dari masyarakat sekitar. Para orang tua sangat mendukung anak-anaknya untuk belajar seni Dideng bersama Jariah.
Jariah berharap, kreativitas bertutur dan penghayatan sepenuh jiwa dapat tertanam di setiap anak-anak yang diajarinya. Menurutnya, dua hal tersebut merupakan kunci agar seniman atau pendengar Dideng betah untuk menikmati kesenian tersebut.
Jika dua hal tersebut mampu dimiliki, maka sang pelantun Dideng memiliki peran yang penting untuk membawakan pesan-pesan kehidupan kepada masyarakat.