Ekosistem Laut Pulau Labengki Konawe Utara Terancam Ikut Musnah
Ekosistem laut Taman Nasional Lasolo di Pulau Labengki Konawe Utara Sulawesi Tenggara dikhawatirkan ikut musnah akibat ekses penambangan ore nikel.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Sama dengan pelabuhan jetty ore nikel di Desa Baedingi, harusnya ditembok sehingga saat proses bongkar muat dapat diantasipasi agar material tak sampai jatuh ke laut.
"Tapi fakta di lapangannya kan tidak seperti itu dibiarkan begitu saja gitu kan?" keluh aktivis yang pernah jadi jurnalis di Makassar itu.
Lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah dan stakeholder terkait, kata Habib Nadjar menjadi salah satu alasan aktivitas pertambangan bekerja serampangan.
“Berarti pengawasan yang tidak ada. Harusnya ada pengawasan wilayah kewenang dari dinas terkait kalau kita berbicara kebijakan," tuturnya.
"Ini kan tanggung jawab mereka (pemerintah) sebenarnya, keputusan ini (perizinan aktivitas pertambangan) kan semua berizin artinya ini atas nama negara harusnya pelaksana di lapangan eksekutor di lapangan untuk memonitor segala dampak itu," jelasnya.
“Makanya kenapa kita sangat khawatirkan, 10 tahun kedepan Labengki dan Sombori hilang. Dalam artian sebagai kawasan wisata. Apalagi andalannya kan alam, terumbu karang, dan ekosistem yang sehat,” kata Nadjar.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang sempat memperingatkan Pemerintah Daerah (Pemda) terkait aktivitas tambang nikel di Konawe Utara (Konut).
Sebab, aktivitas tambang nikel ini menurut KLHK menjadi ancaman nyata untuk kawasan Taman Wisata Alam Teluk Lasolo, khusunya Pulau Labengki.
Hal itu diungkap Kepala Subdirektorat Penguatan Fungsi dan Pembangunan Strategis Kawasan Konservasi, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), KLHK, Toni Anwar.
"Wilayah sini selain pengembangan wisata, ada juga tambang, ini saya kira perlu diperhatikan, jangan sampai ini terganggu," ujar Toni Anwar di Pulau Labengki, pada Sabtu (3/12/2022).
Untuk itu, Toni meminta pemerintah daerah melalui analisis dampak lingkungan yang sangat ketat. Sebab, dampak lingkungan akibat aktivitas penambangan akan berpengaruh terhadap alam itu sendiri.
"Seperti adanya sedimentasi di laut, menghilangkan spot-spot di sini. Sehingga perlu keseimbangan antara Pemda dan KSDAE untuk pengembangan wisata," katanya.
Meski saat ini, aktivitas tambang dan pengembangan pariwisata berjalan beriringan, tetapi belum memberi dampak berarti.
"Walaupun memang sudah sangat marak pembangunan untuk menyediakan mineral nikel, harapannya bisa diimbangi, mudah-mudahan tidak mengganggu kondisi alam," harap Anwar.