Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Matano, Danau Purba Terdalam Ada di Luwu Timur, Pusat Peradaban Besi Masa Kuno

Danau Matani di Sorowako, Luwu Timur, Sulsel terbentuk akibat aktivitas tektonik di masa purba, dan memiliki jejak peradaban kuno di Nusantara.

Penulis: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Matano, Danau Purba Terdalam Ada di Luwu Timur, Pusat Peradaban Besi Masa Kuno
TRIBUN PALU/HO
Panorama Danau Matano di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Danau ini berusia jutaan tahun terbentuk akibat aktivitas tektonik dan memiliki jejak peradaban besi di masa kuno. 

TRIBUNNEWS.COM, LUWU TIMUR – Indonesia memiliki danau purba terdalam, yaitu Danau Matano di Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Letaknya sekira 50 kilometer dari Mailili, ibu kota Kabupaten Luwu Timur. Area danau ini berdekatan dengan tapal batas Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah.

Kedalaman Danau Matano di titik terdalam hampir mencapai 600 meter. Sementara danau ini berada di 328 meter di atas permukaan laut.

 Secara geologi, Danau Matano terbentuk dari patahan akibat aktivitas tektonik pada masa Pleosen, di rentang waktu antara 1 hingga 4 juta tahun lalu.

Danau Matano berada di jajaran Pegunungan Verbeek, Sulawesi Selatan. Secara administrasi, Pulau Ampat masuk ke dalam wilayah Desa Matano, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur.

Secara astronomi, Pulau Ampat berada pada titik koordinat 2°28'19.78"LS dan 121°15'41.85" BT.

Secara keseluruah Danau Matano menjadi satu danau dari lima kompleks danau yang berada di Kabupaten Luwu Timur.

Berita Rekomendasi

Luas Danau Matano sekira 16.000 hektare dengan panjang 28 kilometer dan lebar 8 kilometer.

Daya tarik pengunjung di danau Matano disebabkan airnya bersih, jernih, dan tenang.

Peradaban kuno dipercaya pernah eksis di sekitar danau ini. Beberapa gua ditemukan, berisi peninggalan bersejarah seperti parang, tombak, mangkung dan piring yang sudah berumur ratusan tahun.

Kepurbaan Danau Matano dari sisi fauna terlihat dari keberadaan ikan Buttini. Ikan ini dijuluki ikan purba disebabkan bentuknya seperti binatang purba.

Selain itu dalam Danau Matano juga terdapat hewan seperti kepiting Bungka atau Paratelphusa dan keong air tawar atau Brotia.

Majalan National Geographic beberapa waktu lalu pernah menurunkan laporan mendalam tentang kisah peradaban kuno Danau Matano.

Pakar-pakar Pusat Peneitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) juga melakukan penelitian arkeologi bawah air di danau ini.

Hasilnya cukup mencengangkan, dan meneguhkan dugaan peradaban besi tertua di Nusantara ada di Danau Matano.

Dikutip dari kanal NatGeo di Grid.id, dari penelitian sosial yang dilakukan, aktivitas tektonik di danau ini termasuk sangat aktif.

Kawasan itu terbentuk atas beberapa segmen, yakni segmen Ballawai, Matano, Kuleana, Pamsoa, Lontoa, Geresa, dan Pewusai.

Hal itu juga menyebabkan mengapa Danau Matano sering terjadi gempa.

"Inilah bukti sesarnya masih aktif. Lempengnya saling bergerak dan membentuk sebuah danau. Baru-baru ini sering terjadi gempa di segmen Matano dan Pamsoa," kata Reza Permadi.

Reza Permadi adalah Ketua Forum Geosaintis Muda Indonesia, yang ikut dalam peliputan mendalam tentang Riwayat Danau Matano.

Kawasan di sekitar danau ini juga memiliki kandungan besi dan nikel yang tinggi. Keberadaan sumber material itulah yang meletakkan Danau Matano ada di lintasan penting sejarah peradaban besi.

Cerita rakyat, menurut Reza, mendukung situasi Danau Matano. Salah satunya cerita Putri Loeha dan Payung Saktinya.

Berkisah tentang lenyapnya kampung Pontada. Jika dikaitkan kondisi geologis Danau Matano, lenyapnya kampung tersebut adalah akibat gempa.

"Cerita ini mendukung interpretasi kami kalau Danau Matano sesarnya aktif dan dahulu kala ada kehidupan di sana," katanya.

Temuan arkeologis di sekitar Danau Matano tersebar di beberapa tempat. Seperti Pantai Ide, Goa Tengkorak, Pulau Ampat, Mata air bura-bura, Segmen Matano, Bukit Butoh, dan Air Terjun Mata Buntu.

Berdasarkan kisah rakyat lenyapnya kampung Pontada, para peneliti bawah air kemudian mencoba menelisiknya.

Kajian daratan tenggelam yang disebabkan naiknya permukaan air disebut sebagai Submerged Landscape Archaeology.

Berbeda dengan penelitian arkeologi bawah air biasanya. Danau Matano memiliki air yang jernih sehingga artefak yang tersebar dapat dilihat secara jelas.

Shinatria Adhityatama, arkeolog Puslit Arkenas mengakui visibilitas Danau Matano sangat bagus. Airnya sangat jernih sampai memperlihatkan artefak yang tersebar di kedalaman danau.

Banyak hipotesis dari peneliti terdahulu terkait sumber peradaban besi, yang memiliki kualitas dan kekerasan tertentu.

"Kita menemukan banyak clue di La Galigo dan Negarakertagama bahwa daerah Luwu atau Danau Matano menghasilkan besi yang kualitasnya baik. Komoditas ini cukup langka di Nusantara pada masa lalu," kata Reza.

Survei pada 2016 dan 2018 menghasilkan temuan lima situs arkeologi bawah air seperti di Pulau Ampat, Pontada, Sebengkuro, Onetengka, dan Sukoiyo.

Rata-rata kedalamanya 3-15 meter dari permukaan danau. Kebanyakan temuan berupa tembikar, serpih, tulang, arang, logam, dan fragmen yang tersebar.

Gambaranya seperti lapangan luas di dasar danau.  Situs Sebengkuro letaknya tidak jauh dari danau. Banyak ditemukan tinggalan tembikar dengan priuk dan kakinya di sana.

Pada Situs Onetengka atau para peneliti penyebutnya dengan tanah yang terangkat ditemukan,  perahu dengan log pohon dengan panjang 7 m lebar 37 cm.

Teknologi pembuatannya dianggap cukup tua. Namun belum ada penelitian lanjut untuk pertanggalan dan spesies kayunya.

Perahu ini masih digunakan sampai masa kolonial. Ditemukan kurang lebih di kedalaman 9 meter.

Kemudian, ada Situs Sukoiyo, yang dikenal sebagai situs kampung tua menurut masyarakat dan tetua di Danau Matano.

Pecahan tembikar dan gigi binatang banyak ditemukan di sana. Juga ada priuk yang berisi arang dengan kerak besi dengan kedalaman 20 meter.

Para peneliti mengungkap, itu kemungkinan merupakan hasil peleburan di zaman besi lalu.

Cukup terkenal karena aksesibilitasnya mudah, Situs Ampat, memiliki tembikar pada suatu area yang padat di dasarnya.

Selain itu, ada juga arang dan tulang binatang yang menyebar hampir tiap dasarnya.

Namun, di sana minim artefak besi karena banyak yang diperjual belikan. Hanya ada artefak besi sepanjang 1-1,5 m yang tersisa di sana.

Di Situs Pontada, masih berkaitan dengan kisah rakyat yang sebelumnya disebutkan oleh Reza Permadi, kata Shinatria.

Namun yang tak kalah menarik ada juga cerita ritual penyembelihan yang memicu terjadinya tsunami atau petaka alam tertentu.

Meski masih berdasar cerita rakyat, fakta pasti ada temuan tembikarnya menyebar dan sisa-sisa tiang rumah.

Temuan tiang bangunan yang terbenam air danau turut menerbitkan dugaan awal dahulu kawasan itu merupakan industri.

Tim peneliti Puslit Arkenas dan NatGeo juga menemukan kerak besi dan kapak corong.

Temuan-temuan tembikar banyak ditemukan di Danau Matano. Karena tembikar masih digunakan sejak zaman neolotik.

"Tembikar ini everlasting. kalau kita lihat peralatan yang dhasilkan terkait tembikar untuk kehidupan sehari hari dan peleburan besi," ucap Shinatria dari Puslit Arkenas.

"Temuan di Danau Matano mengenai besi itu menggugurkan pandangan bangsa indonesia yang mengimpor logam sejak dahulu," kata Tri Wurjani, Ketua Tim Penelitian Danau Matano dari Puslit Arkenas.(Tribunnews.com/TribunPalu/Moh Salam)

ARTIKEL INI JUGA TAYANG DI ; 

Baca Selanjutnya: Danau matano luwu timur terdalam di asia tenggara usianya capai juta tahun

Sumber: Tribun Palu
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas