Melon Hidroponik, Kisah Sukses Petani di Mungkid Magelang Jateng
Imam Adi mengembangkan melon secara hidroponik di green house miliknya di Gondang, Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, MAGELANG - Imam Adi (63), petani di Dusun Galokan, Desa Gondang, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jateng, sukses membudidayakan melon hidroponik.
Imam mengaku, ketertarikan terhadap budidaya melon secara hidroponik karena ingin mengenalkan kepada para petani tentang inovasi pertanian.
"Pasar pertanian hidroponik sangat terbuka. Dan, pertanian bukan hanya bertanam padi atau cabai secara konvensional tapi kita bisa meningkatkan pendapatan dengan sistem hidroponik. Ini saya mulai sejak enam bulan lalu, dan belajar autodidak," kata Imam di Mungkid, Rabu (12/4/2023).
Pertanian melon dengan sistem semi hidroponik yang dijalankannya yakni, dibuat di dalam greenhouse seluas 700 meter persegi.
Dengan tanaman melon ditanam dalam polybag ukuran 45 sentimeter menggunakan media berupa sabut kelapa (cocopeat) dan sekam.
"Dengan luasan tersebut, bisa ditanami hingga 2.100 pohon melon yang kini siap panen. Tak hanya itu, penggunaan greenhouse juga menjaga tanaman dari hama,” lanjutnya.
“Tutupan luar green house menggunakan plastik UV dengan ketebalan 200 mikron. Lapisan dalam mengaplikasikan insect net dengan kerapatan jaring 50 mesh. Bisa dikatakan tidak akan ada serangga yang masuk," ujarnya.
Sementara itu, untuk proses pengairannya digunakan teknik fertigasi. Teknik ini merupakan pengaplikasian unsur hara melalui sistem irigasi.
Di mana, air yang sudah dicampur dengan pupuk cair, dipompa menggunakan listrik melalui jaringan selang-selang kecil.
"Sehingga, benih melon dalam polybag akan menerima asupan air sesuai takaran yang sudah dihitung secara detil.
Dengan begitu takaran air yang masuk ke tanaman bisa diatur. Karena karakter melon yang membutuhkan udara panas juga,"tambahnya.
Ia mengatakan, pengaturan dan takaran pemberian air ke tanaman melon harus tepat. Jika, terlambat menyalakan pompa yang mengalirkan air ke media tanam bisa mengakibatkan gagal panen.
"Bibit melon bisa mati atau minimal menghasilkan buah kerdil jika terlambat disiram," ungkapnya.
Sedangkan, untuk pemanasan di dalam hreeni menggunakan solar panel. Hal itu dilakukan karena solar panel bisa mengalirkan listrik sampai 24 jam.
"Sementara kalau menggunakan listrik PLN ada kemungkinan pemadaman. Padahal untuk fertigasi ini tidak boleh berhenti. Satu hari mati total bisa berakibat fatal. Bisa gagal (panen) gara-gara itu," terangnya.
Dirinya pun mengakui, pembuatan pertanian sistem semi hidroponik ini memakan biaya yang tak kecil. Namun, risiko gagal panennya lebih kecil dibandingkan pertanian konvensional.
"Biaya yang dikeluarkan bisa dibilang agak mahal, tapi itu (solar cell) kan bisa dipakai lebih dari 10 tahun. Solar cell 2 watt peak (WP) itu Rp1,5 juta, untuk instrumen sekering, pengaman, timer sekitar Rp500 ribu. Tambahan yang paling mahal ya aki. Total sekitar Rp 100 juta sudah tinggal pakai greenhouse," terangnya.
Melon Lebih Manis
Imam mengatakan, buah melon miliknya yang ditanam menggunakan sistem semi hidroponik memiliki rasa yang lebih manis. Jika, dibandingkan dengan melon yang ditanam di tanah.
"Ada dua jenis melon yang saya tanam di sini, jenis Inthanon dan Sweet Net. Memamg, sekilas bentuk buahnya sama, warnanya sama, tapi kadar manisnya lebih tinggi yang ditanam secara hidroponik. Juga lebih awet," tuturnya.
Tak hanya itu, harga jual melon miliknya juga lebih tinggi dibandingkan melon pada umumnya.
"Saat ini harga melon lebih mahal yang Sweet Net. Kemarin di harga Rp25 ribu per kilogram, dari supplier mungkin bisa sampai Rp30 ribu per kilogram . Yang membedakan melon hidroponik dengan ditanam di tanah itu harga jualnya lebih tinggi yang hidroponik," kata Imam.
Bahkan, dirinya mengaku sudah meraup untung hingga puluhan juta pada panen perdananya beberapa waktu lalu.
"Dalam satu green house ditanam 2 jenis melon Inthanon dan Sweet Net dengan jeda panen yang diatur 15 hari. Dari panen 600 pohon melon jenis inthanon, diperkirakan menghasilkan uang Rp 15 juta," paparnya.
"Panen selanjutnya 600 pohon melon jenis sweet net yang harga jualnya lebih mahal. Omzet selama satu periode tanam dalam green house, diperkirakan mencapai paling sedikit Rp 40 juta hingga Rp 60 juta," tambahnya.
Banyak Diburu Pembeli
Pembeli melon semi hidroponik milik Imam pun berasal dari berbagai daerah. Salah satunya Budi Santoso, seorang suplier buah dari Jakarta.
Dirinya rela datang langsung ke perkebunan melon milik Imam untuk mendapatkan buah kelas premium tersebut.
"Melon yang ditanam dalam green house menggunakan metode hidroponik memiliki kualitas premium. Melon jenis ini punya pangsa pasar medium up. Harga tidak terganggu. Masih bagus. Di pasar Rp 23 ribu sampai Rp 24 ribu. Paling murah Rp 21 ribu per kilogram,” tuturnya.
Bahkan, Budi pun sempat mengukur kadar rasa manis dari sampel melon di lahan ini. Hasilnya jauh lebih manis dibandingkan melon pada umumnya.
"Melon hidroponik di green house ini menggandung 14 persen rasa manis menurut skala brix. Ukuran 1 brix setara dengan 1 gram gula dalam 100 gram air.
Daging buahnya enak. Tipikalnya crunchy. Renyah. Tingkat kemanisan untuk skala kebutuhan pasar itu minimal di angka 13 persen. Sudah masuk ini (standar supermarket),"ucapnya.
Budi mengaku, dirinya berencana membeli 500 kilogram melon hidroponik milik Imam.
"Berencana membeli 500 kilogram melon dari lahan green house milik Sanjayo Farm. Jumlah itu masih kurang dari kebutuhannya mensuplai satu ton melon setiap dua minggu sekali," kata Budi. (Tribunnews.com/TribunJogja/Nanda Sagita Ginting)
ARTIKEL INI JUGA TAYANG DI ;
Baca Selanjutnya: Mengunjungi pertanian melon semi hidroponik di magelang hasilkan buah manis kelas premium