Danau Tiwusora di Ende Pulau Flores, Airnya Bening Alamnya Menawan
Danau Tiwusora terletak di Kabupaten Ende Pulau Flores Nusa Tenggara Timur. Panorama danau di pegunungan ini sangat menawan dan masih alami.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, ENDE - Danau Tiwusora terletak di Desa Tiwusora, Kecamatan Lepembusu Kelisoke, Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.
Panorama alamnya yang sangat indah dan berada di ketinggian membuat tempat wisata ini cocok jadi tempat relaksasi atau healing.
Jaraknya dari pusat kota Ende memang jauh. Butuh perjalanan darat sekitar 5 hingga 6 jam dari Kota Ende.
Rutenya menyusuri jalan Trans Flores ke arah timur dari Ende. Kemudian lanjut menuju Kecamatan Kota Baru di arah utara, menggunakan kendaraan roda empat atau roda dua.
Sepanjang rute perjalanan yang dilalui, Anda bakal disuguhi bentangan alam yang menawan.
Baca juga: Bikin Mata Manja, Pantai Watotena Adonara Flores Timur Berair Jernih Hijau Kebiruan
Melewati perkampungan adat dengan suasana yang tenang. Melihat rimbunan pepohonan kemiri yang berjejer rapih dan asri.
Panorama alam ini mengantarkan anda hingga ke puncak Tiwusora. Di tempat wisata ini, pemandangan perbukitan hijau dan sabana membentang luas akan membuatmu merasa tenang.
Hingga kawanan kuda liar yang menghuni bukit Tiwusora berlarian di padang sabana. Menambah kekagumanmu pada alam Pulau Flores yang menakjubkan.
Kekaguman itu tidak akan berhenti, saat kehadiran anda di Desa Tiwusora disambut dengan khusuknya ritual adat yang dilakukan tetua adat.
Masyarakat setempat menyebut tetua adat ini dengan nama mosalaki. Para tamu yang datang harus mengikuti ritual adat sebelum menginjakan kaki di Tiwusora.
Ritual adat dilakukan untuk menghormati para leluhur dan berlaku untuk setiap tamu atau pengunjung baru yang datang.
Setelah ritual ini dilakukan, anda bisa melanjutkan petulangan menuju Danau Tiwusora. Anda juga menjumpai penduduk setempat, merasakan kehangatan dan keramahan mereka.
Kurang lebih selama 30 menit waktu yang ditempuh dari desa menuju Danau Tiwusora. Perjalanan menyusuri pepohonan berukuran besar dan rimbun.
Kicauan burung-burung nan merdu dan hembusan angin yang sejuk menyentuh kulit. Perjalanan itu bermuara di Danau Tiwusora.
Tenang tak menderu, segalah kepenatan akan melebur saat melihat bening dan bersihnya air Danau Tiwusora. Lengkungan danau yang dikelilingi pepohonan hijau menciptakan gradasi alam yang cantik.
Masyarakatnya masih memegang teguh adat istiadat atau tradisi leluhur. Tak heran saat berada di sini suasana magis sangat teras.
Tiwu Sora dalam bahasa Suku Lio yaitu Tiwu berarti danau. Danau Tiwusora disucikan oleh masyarakat setempat.
Danau Tiwu dipercayai warga setempat sebagai tempat keramat.
Menuju Tiwu Sora pengunjung akan menemukan batu-batu berbentuk manusia yang masih ada kaitannya dengan Danau Tiwu Sora. Batu-batu itu diberi nama.
Ada Watu (Batu) Tege; batu berbentuk seperti kakek, lokasinya di Deturia sebelum masuk desa Tiwu Sora.
Watu Mondo; berbentuk kumpulan orang lokasi di Lokalande desa Tou. Watu tura ; berbentuk kakek yang lagi mengendong anak kecil lokasi desa Hangalande.
Watu Susu; berbentuk seorang wanita yang sedang menyusui anak bayi lokasi desa Tiwu Sora.
Para pengunjung yang hendak ke Danau Tiwu Sora, biasanya ditemani oleh warga setempat agar tidak terjadi hal buruk terhadap pengunjung.
Camat Kota Baru, Gregorius M Ade SPMP bercerita mengenai Danau TiwuSora berdasa kish turun temurun. Konon, nama Danau tersebut diambil dari nama seorang bernama Woda Sora.
Awalnya Danau Tiwusora merupakan mata air kecil di lembah. Di dekat mata air tersebut Woda menanam berbagai jenis ubi-ubian.
Sayangnya, setiap kali mau panen Woda selalu mendapati ubi-ubinya hilang.
Suatu ketika Woda Sora memasang jerat dekat mata air tersebut. Keesokan harinya Woda Sora mendapati jeratnya terlepas. Namun ia menemukan ada lendir-lendir menempel di jeratnya.
Tak putus asa, Woda kembali memasang jerat. Kali ini ia menyiram abu dapur di sekitar jerat. Keesokan harinya, Woda kaget, dalam jeratnya ada seekor belut besar.
Menurut Ndingga jeratan Woda bukan jeratan bisa sehingga harus dilangsungkan upacara adat.
Bersama warga kampung mereka lalu melakukan upacara adat di mata air, dekat tempat Woda memasang jerat.
Setelah itu dilanjutkan dengan upacara pemotongan hewan dan gawi (gawi: tarian adat).
Namun sebelum gawi mereka sumpah adat bahwa ketika terjadi sesuatu selama gawi, setiap orang tidak boleh lari, kalaupun lari, tidak boleh menoleh ke belakang.
Selama gawi berlangsung hujan turun. Ndingga enam kali bertanya kepada saudara-saudarinya, 'air sudah sampai mana'. Nampaknya ketika mulai gawi air pelan-pelan mengenangi mereka.
Sampai air menjangkau leher mereka, ada warga lari, ada yang bertahan, dan tiba-tiba kampung mereka di atas bukit roboh ke bawah mata air air dan terbentuklah Danau Tiwu Sora.
Gregorius menceritakan, pada bulan Januari dan Februari ada belut, ikan dan katak emas sering muncul ke pinggir Danau Tiwu Sora.
Lanjutnya, katak di Danau Tiwu Sora pun berbeda. Warga menyebutnya Leko Wea (Katak Emas) karena kulitnya bercahaya seperti emas.(Tribunnews.com/TribunFlores/PosKupang/Kristin Adal)
ARTIKEL INI JUGA TAYANG DI ;
Baca Selanjutnya: Indah dan teduhnya danau tiwusora tempat wisata di ende yang cocok untuk healing