Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dikepung Asap Pabrik, Sekolah Ini Tetap Bertahan

Di Kampung Petukangan, Rawa Terate, Cakung, Jakarta Timur, terdapat sebuah bangunan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Istiqoma

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Dikepung Asap Pabrik, Sekolah Ini Tetap Bertahan
Wahyu Aji/Tribunnews.com
Markamah (46) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Di Kampung Petukangan, Rawa Terate, Cakung, Jakarta Timur, terdapat sebuah bangunan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Istiqomah B berdiri, disesaki pabrik-pabrik gudang dan asap yang mengepul. Di tengah asap polusi, sekolah ini bertahan memberikan yang terbaik kendati para muridnya membayar biaya sekolah seikhlasnya. 

Sekolah ini terletak di atas tanah garapan di Jalan Kramayuda, Kampung Petukangan, RT 10/05, Rawaterate, Cakung, Jakarta Timur. Sekolah yang dibatasi tembok berlapis setinggi 5 meter milik 4 pabrik di kawasan itu, yaitu satu pabrik karoseri otomotif, dan 3 pabrik besi.

Markamah (46), pendiri sekaligus kepala sekolah SD yang terbentuk sejak tahun 1987 tersebut menuturkan, dahulu belum ada anak disekitar kawasan itu yang mengenyam pendidikan. Ibu dua anak tersebut akhirnya mendirikan Sekolah Bhineka Pancasila, lantaran terbentur permasalahan administrasi, semenjak tahun 2002 sekolah tersebut bergabung dengan Yayasan Al-Istiqomah.

"Saya terketuk melihat anak kurang beruntung. Akhirnya setelah dikirim kesana kemari dimana setiap wilayah punya sekolah binaan sendiri, saya sampai disini," kata Markamah saat ditemui Tribunnews.com di rumah yang bersampingan dengan madrasah miliknya, Kamis (2/5/2013).

Dengan niatnya yang mulia, Markamah menuturkan bahwa para siswa yang umumnya warga yang bertempat tinggal di sekitar sekolah tersebut tidak dipatok untuk membayar iuran sekolah.

"Rata-rata orang tua mereka buruh pabrik di kawasan Pulogadung, bayaran per bulan di sini seikhlasnya saja," tuturnya.

Menurut Markamah, tujuan sebenarnya ia mendirikan sekolah tersebut lantaran dirinya hanya ingin melihat anak Indonesia menjadi individu yang lebih baik, tanpa meminta balas jasa apapun terhadap dirinya.

BERITA REKOMENDASI

"Murid yang sekarang bahkan ada cucunya murid saya dulu. Yah yang penting selama saya masih bisa bernafas, saya masih ada saya berguna untuk orang lain," katanya.

Dengan fasilitas yang terbatas, bahan untuk muridnya berolahraga saja, Markamah memilih untuk keliling kampung. Menurutnya disaat banjir, murid-murid justru dapat langsung praktik pelajaran IPA. Disana pelajarnya diajarkan untuk tidak membuang sampah jika tak ingin kebanjiran, sampai bagaimana air mengalir dari tempat tinggi ke dataran yang lebih rendah.

Hal itu dilakukan ditengah asap polusi dari sisa peleburan perusahaan baja sebelah utara sekolah, sering kali tertiup angin sehingga membuat sesak napas, belum lagi abu yang terbawa mengotori bangku bahkan seragam siswa ketika proses belajar.

Kendati demikian, Markamah selalu memotivasi siswanya untuk belajar, melatih siswanya untuk menjaga lingkungan. Tak lupa, selalu memberikan yang terbaik bagi siswanya.

"Mengupayakan sedemikian rupa kita dengan menaman pohon sebanyak mungkin, kita juga meminta mereka jangan malas minum air putih sesekali. Kita beliin susu, kadang kita pernah minta mereka belajar menggunakan masker, tapi anak-anak tidak betah," ujarnya.

Lebih lanjut ia mengatakan pihaknya tidak ingin berpangku tangan dengan menunggu uluran tangan pemerintah.

"Kita lakukan apa saja yang ada di sekitar kita, dari pada pusing-pusing nunggu bantuan pemerintah," kata Markamah.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas