Warga Waduk Pluit: Saya Dipukul Balok di Kepala Saat Relokasi
Ia dan suaminya Miftahudin (40) sudah 17 tahun tinggal di sisi barat Waduk Pluit
Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Budi Sam Law Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nuralam (36), ibu tiga anak warga Kampung Muara Baru, RT 17/RW 19, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, sama sekali tak menyangka, Kamis (22/8/201) pagi lalu menjadi bencana bagi dirinya dan keluarga.
Ia dan suaminya Miftahudin (40) sudah 17 tahun tinggal di sisi barat Waduk Pluit.
Namun, mereka harus rela rumah mereka di sana, digusur paksa aparat Satpol PP DKI. Bahkan, barang-barang mereka di dalam rumah ikut dirusak.
"Saya enggak sempat ngeluarin barang dari rumah. Tahu-tahu satpol PP datang dan langsung robohin rumah kami," kata Nuralam, di Mapolda Metro Jaya, Selasa (27/8/2013).
Nuralam merupakan salah satu warga yang mengalami kekerasan aparat Satpol PP DKI saat penggusuran itu.
"Saya coba nahan Satpol PP sambil gendong anak saya yang paling kecil umur 2 tahun Salwa. Tapi saya dipukul balok di kepala saya sebelah kanan. Anting saya sampai lepas," kata Nuralam, yang akhirnya pasrah rumahnya dirobohkan.
Menurut Nuralam, sebelumnya pada 22 Mei lalu, ia bersama puluhan warga di sekitar waduk Pluit diundang Gubernur Jokowi ke Balaikota.
Sembari makan-makan, mereka berdialog dengan Jokowi mengenai keberadaan warga di sekitar waduk Pluit.
"Kami sadar ini bukan lahan kami. Namun saat itu Jokowi berjanji tidak akan ada penggusuran, sampai rusun yang diperuntukkan buat kami selesai dibangun. Katanya rusun akan ada 2 atau 3 tahun lagi," kata Nuralam.
Menurutnya saat itu ia mengaku tenang dengan janji Jokowi.
"Tapi tanggal 19 Agustus datang surat perintah bongkar. Namanya SP 4. Kami bingung, kok enggak ada dialog lanjutan, tahu-tahu ada perintah bongkar," katanya.
Dan yang lebih mengagetkan lagi, kata Nuralam, Kamis (22/8/2013) pagi sekitar pukul 10.00 WIB, ribuan Satpol PP datang dan langsung menggusur paksa rumah mereka.
"Saya bingung mau tinggal dimana. Dua anak saya umur 13 tahun dan 11 tahun, enggak bisa sekolah karena buku-buku dan baju sekolah dirusak Satpol PP DKI juga," kata Nuralam.
Menurutnya, suaminya yang hanya bekerja kuli bangunan kini bingung mencari rumah kontrakan untuk tinggal dan membeli baju seragam serta buku-buku sekolah dua anak mereka.
Kadiv Advokasi PBHI Jakarta, Simon Fernando Tambunan, di Mapolda Metro Jaya, Selasa, menjelaskan dalam penggusuran itu, Pemprov DKI mengerahkan sekitar 1100 personel satpol PP, ditambah puluhan aparat Kepolisian dan TNI. Mereka menggusur sekitar 60 KK warga RT 17/RW 19 Kelurahan Penjaringan yang terletak di sisi barat waduk Pluit.
Simon menjelaskan dalam penggusuran paksa itu sedikitnya ada 15 warga yang menjadi korban kekerasan.
Mereka adalah warga yang menolak rumah mereka digusur, karena sebelumnya Jokowi sudah berjanji tidak akan menggusur mereka sebelum rumah susun (rusun) yang diperuntukkan bagi warga selesai dibangun dalam 2 sampai 3 tahun ke depan.
"Kami melaporkan Gubernur Jokowi dan Wakilnya karena melalui Satpol PP sudah melakukan kekerasan pada warga dan merusak barang-barang warga saat penggusuran rumah warga, Kamis lalu," kata Simon.
Menurutnya Gubernur DKI Jokowi dan Wakilnya dilaporkan secara pidana melanggar Pasal 170 KUHP tentang kekerasan bersama-sama dan perusakan bersama-sama serta Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.
"Banyak warga yang terluka dan mendapat pukulan dari Satpol PP saat penggusuran itu. Selain itu barang-barang mereka juga di rusak ," kata Simon.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.