Alasan Untuk Biaya Pengobatan
Dorongan menjadi cabe-cabean berbayar, diakui Hena, juga karena ia terdesak masalah finansial
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Dari penelurusan malam itu, Warta Kota berkesempatan berbincang secara langsung dengan para ABG 'cabe-cabean' yang kerap beroperasi di kawasan CNI atau Puri Kembangan. Cabe-cabean merupakan istilah yang lazim dipakai untuk menyebut 'gadis muda' yang suka menjadi primadona bagi anak nongkrong.
Salah satunya adalah Hena, gadis berusia 14 tahun. Warga Srengseng ini mengungkapkan, awalnya dia sama sekali tidak berniat menjadi cabe-cabe. Berawal dari pergaualannya bersama anak motor, ia kemudian terjerembab ke kehidupan yang tidak pernah dia bayangkan. Sebutan cabe-cabe pun kemudian melekat pada dirinya.
Pola pergaulan bebas remaja, membuat pendidikannya hancur. Beberapa tahun lalu, saat ia masih duduk di kelas VII SMP, ia justru lebih banyak menghabiskan waktu untuk nongkrong bersama para anak motor. Punya wajah cantik dan bentuk badan proporsional, ia pun sempat menjadi primadona. Dari pergaulan itu, kepribadian Hena berubah drastis. Ia menganggap pendidikan bukan sesuatu hal penting. Usai lulus SMP, ia memilih untuk tidak melanjutkan ke jenjang ke lebih tinggi. Dia lebih nyaman menjadi seorang Hena, cabe-cabe yang menjadi primadona anak-anak motor.
"Sekarang sudah nggak sekolah, males," kata Hena, yang malam itu mengenakan baju dengan dada terbuka. Beberapa tahun menjadi teman nongkrong anak-anak motor dan kerap berhubungan badan dengan beberapa orang, membuat dirinya merasa hanya dimanfaatkan saja. Ia berpikir, rugi kalau dia tidak mengambil selangkah lebih maju dari kondisinya saat itu. Ia pun kemudian memasang tarif; siapa saja yang ingin bercinta dengan dirinya, harus bayar!
"Awalnya saya hanya sering nemenin mereka (anak-anak motor). Tapi saya malah dimanfaatin sama mereka. Sekalian saja saya pasang tarif," ujarnya.
Dorongan menjadi cabe-cabean berbayar, diakui Hena, juga karena ia terdesak masalah finansial. Saat ini lambungnya sakit dan perlu dioperasi. "Setiap nongkrong saya selalu minum mimuman keras. Apapun jenis minumannya, mulai dari AM (Anggur Merah), tuak, arak bali sampai minuman berlabel. Itu mungkin yang menyebabkan lambung saya rusak. Kata dokter, biaya berobatnya mahal. Sementara saya nggak berani bilang sama orang tua. Terpaksa saya cari uang sendiri," terangnya.
Hena sudah berniat bekerja sebagai Sales Promotion Girl (SPG). Tapi ia mengurungkan niatnya lantaran gajinya kecil. Maka ia pun sampai saat ini masih terus berusaha mengumpulkan pundi-pundi tabungan sampai cukup untuk biaya berobat. "Katanya habisnya sekitar Rp 20 juta," cetus Hena.
Hena mengaku tidak terlalu kaku mematok tarif kencan. Sebab, ia paham siapa saja yang menggunakan jasanya; remaja yang mayoritas masih berstatus pelajar. Hena pun tidak sembarangan menerima tawaran dari setiap lelaki. "Niat saya datang ke sini (Kawasan CNI) sebenarnya karena ingin nongkrong saja dengan teman-teman. Nggak terlalu ngejar itu juga (prostitusi). Kalau yang ngajak anaknya keren, saya mau. Tapi kalau yang ngajak mukanya jelek, pakai celana lebar kayak Rano Karno, saya nggak mau. Saya bilang sama mereka, 'kalau nggak keren mending cari yang lain saja'".
Lalu berapa pendapatan Hena tiap malam dari hasil menjadi cabe-cabean berbayar? "Ha-ha-ha, itu rahasia. Yang pasti saya nggak selalu masang tarif. Malah kalau sayanya yang suka, saya yang ngajak dia jalan," katanya.(Feriyanto Hadi)