Kompolnas: Pembunuhan Dicky, Belum Tentu Salah Tangkap
Kompolnas akhirnya mendatangi Polda Metro Jaya untuk membahas kasus salah tangkap yang dilakukan salah satu penyidik Polda
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) akhirnya mendatangi Polda Metro Jaya untuk membahas kasus salah tangkap yang dilakukan salah satu penyidik Polda, Kamis (24/10/2013).
Hal tersebut menyusul dugaan salah tangkap yang dilakukan penyidik Polda Metro Jaya pada kasus pembunuhan terhadap Dicky Maulana (18) seorang pengamen di kolong Jembatan Cipulir, Jakarta Selatan, Minggu (30/6/2013) lalu.
Hamidah Abdurrahman, Komisioner Kompolnas, mengatakan hingga saat ini Kompolnas belum menemukan adanya dugaan salah tangkap dalam hasus tersebut.
"Kami sudah klarifikasi di penyidik Polda Metro dan cek adanya info salah tangkap. Kompolnas berkesimpulan belum dapat disimpulkan ada salah tangkap," kata Hamidah, Jumat (25/10/2013).
Dijelaskan Hamidah, kasus penganiayaan berakibat kematian terhadap Dicky sudah diproses di persidangan, dan pelakunya sudah ada yang dihukum.
Lalu muncul adanya pengakuan dari IP yang mengaku terlibat dalam pembunuhan. Menurut Hamidah, keterangan dari IP harus diuji polisi. Dan jika hanya berdasarkan pada pengakuan semata tanpa didukung alat bukti. Polisi tidak hanya bisa bekerja mengandalkan pengakuan belaka karena itu sangat berbahaya bagi akuntabilitas penegakan hukum.
"Pengakuan IP ini harus diolah dilengkapi alat bukti ada saksi ada bukti petunjuk, kalau bukti gak ada pengakuan saja ya tidak bisa. Makanya kami simpulkan tidak ada salah tangkap," kata Hamidah.
Untuk diketahui, dugaan salah tangkap mencuat setelah seorang pengamen bernama IP ditangkap oleh keluarga salah satu tersangka yakni AS, di sebuah kontrakan di Manggarai, Jakarta Selatan.
Kasus pembunuhan Dicky Maulana terjadi pada Minggu 30 Juni 2013. Dalam kasus itu, polisi membekuk enam pelaku, yang terdiri dari dua pria dewasa dan empat lainnya di bawah umur. Mereka adalah Nurdin Priyanto (23), Andro Supriyanto (18), FP (16), BF (17), F (13), dan APS (14).
Keenam pelaku dibekuk Sub Direktorat Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Kriminal Umum Polda Metro Jaya di sejumlah tempat terpisah di Jakarta.
Mereka kemudian didakwa dalam dua berkas terpisah. Satu berkas untuk dua terdakwa dewasa, yakni Andro Supriyanto alias Andro dan Nurdin Prianto alias Benges. Serta satu berkas untuk empat terdakwa anak yakni FP (16), BF (17), F (13), dan APS (14).
Pada Selasa (1/10/2013) lalu, Majelis Hakim PN Jakarta Selatan yang diketuai Suhartono sudah memvonis 4 terdakwa anak. FP (16), BF (17), F (13), dan APS (14). FP divonis 4 tahun penjara, F divonis 3,5 tahun penjara, sementara BF dan APS divonis 3 tahun penjara.
Keempatnya dinyatakan secara sah terbukti melakukan pembunuhan terhadap Dicky. Sedangkan dua pelaku lainnya yang dewasa yakni Andro dan Nurdin belum divonis oleh majelis hakim karena agenda sidang masih berlangsung.
Lebih lanjut, seorang pengamen bernama IP (18) mengaku bersalah karena terlibat dalam kasus pembunuhan pengamen Dicky Maulana (18) di kolong Jembatan Cipulir, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Menurut IP yang membunuh Dicky adalah dua rekannya Cb dan Br yang kini melarikan diri ke luar Jakarta. Sementara IP mengaku membantu Cb dan Br membunuh Dicky.
IP menuturkan, ia baru mengenal korban yakni Dicky, pada malam waktu pembunuhan. Namun, dia mengakui sudah mengetahui rencana dua temannya untuk menghabisi korban. Otaknya adalah Cb. Menurut IP, rekannya tak senang kepada korban karena korban sebagai pengamen baru di wilayah mereka telah bertingkah tak sopan.