Dana Hibah DKI 2014 Rp 5 Triliun
Dana yang digelontorkan Pemprov DKI tanpa butuh pertanggungjawaban mencapai Rp 5 triliun
Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Ahmad Sabran
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2014 yang baru disahkan, memunculkan angka hibah yang cukup mencengangkan. Dana yang digelontorkan Pemprov DKI tanpa butuh pertanggungjawaban mencapai Rp 5 triliun.
Dana ini melonjak drastis, sebanyak Rp 1,3 triliun, jika dibandingkan tahun 2013 lalu yang hanya Rp 3,7 triliun. Lonjakan dana ini patut diduga sebagai anggaran politis DPRD DKI Jakarta, karena tahun 2014 adalah tahun Pemilu.
Koordinator Advokasi dan Investigasi Seknas FITRA, Uchok Sky Khadafi menduga ada keterkaitan peningkatan anggaran hibah dan bansos dengan pemilu.
“Setiap tahun Pemilu atau Pemilukada, pasti ada peningkatan dana hibah, dulu saja 2012 (saat Pemilukada DKI) ada peningkatan dana hibah di APBD DKI, sekarang wajar saja kalau terjadi lagi,” ujarnya.
Menurut Uchok, dana hibah bisa dipolitisir baik oleh Gubernur maupun DPRD. Ia mengatakan, modus yang digunakan adalah dana hibah diberikan pada yayasan-yayasan atau lembaga yang tidak jelas keberadaannya, atau fiktif. Yayasan tersebut berafiliasi kepada partai ataupun anggota DPRD DKI.
Jika melihat peruntukkan dana hibah tahun 2013, sekitar Rp 2,8 triliun diantaranya digunakan untuk kegiatan rutin. Yakni Bantuan Operasional Pendidikan sebesar Rp 786 miliar, pembangunan kampung deret Rp 850 miliar, bantuan sosial siswa miskin (Kartu Jakarta Pintar) Rp 670 miliar, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SD Rp 382 miliar, dan BOS SMP Rp 190 miliar.
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pernah menemukan adanya penyaluran dana Bantuan Sosial (Bansos) dan hibah di APBD DKI 2012. Saat itu, BPKP merilis ada anggaran sebesar Rp 8,32 miliar untuk bantuan sosial dan hibah dengan 191 penerima baru.
Padahal dalam pembahasan APBD tersebut, ratusan penerima itu tidak ada. Diduga ada koordinator yang mengoordinir penerima bansos dan hibah dari DKI. Koordinator ini akan mendapat bayaran dari pencairan anggaran bansos dan hibah tersebut per penerima.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengakui adanya dugaan penggunaan dana hibah untuk kepentingan politis.
“Saya nggak tahu hibah untuk apa saja, bisa juga dari permintaan anggota DPRD, makanya kita minta ICW bantu awasi angggaran, dana hibah ini kemana aja, kok melonjak tinggi,” ujarnya di Balai Kota DKI Jakarta.
Namun demikian, Ahok menegaskan bahwa dengan system e-Budgeting dirinya bisa mengunci anggaran dan dana hibah yang mencurigakan tidak bisa dipakai.
“Nanti kita lock (kunci) nggak bisa dipakai, kalau kita hapus duluan sebelum diketok (APBD disahkan), mereka nggak akan ketok ketok, jadi biarin aja dulu, diketok, nanti baru kita lacak. Yang mencurigakan kita lock, pasti ada yang ribut,” tegas pria yang biasa disapa Ahok ini.
Ia menjelaskan, selain hibah, ada juga program belanja yang merupakan Pokok Pikiran (Pokir) anggota DPRD DKI Jakarta dalam APBD DKI. Pokir ini tersebar di seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) DKI Jakarta.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.