Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pelayanan APTB Mulai Dikeluhkan

Keberadaan kedua moda itu justru sering mengganggu mobilitas bus Trans Jakarta

zoom-in Pelayanan APTB Mulai Dikeluhkan
WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA
Bus APTB baru melintas saat peluncuran di Halte Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Jumat (6/12/2013). Sebanyak 10 unit bus APTB Hiba Utama ini akan melayani warga dengan rute baru Tanjung Priok-Bogor. Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Layanan angkutan perbatasan terintegrasi bus Trans Jakarta dan bus kota terintegrasi bus Trans Jakarta amat buruk. Selain soal pengenaan tiket tambahan yang tidak jelas, pelayanan di dalam bus juga jauh di bawah standar bus Trans Jakarta.

Keberadaan kedua moda itu justru sering mengganggu mobilitas bus Trans Jakarta.

Sekitar pukul 10.00, Kamis (23/1/2014) kemarin, penumpang Trans Jakarta Koridor VI Ragunan-Dukuh Atas dibuat geram ketika busnya terhenti tiba-tiba tanpa alasan. Selama beberapa saat, Trans Jakarta itu tak bisa melaju karena di depannya ada kopaja AC yang berhenti karena ban kempis.

”Pengalaman itu saya alami sendiri karena saya ada dalam bus transjakarta. Ada sekitar enam menit bus saya tertahan. Pada 3 Januari lalu, hal serupa terjadi di perempatan Deptan, Ragunan. Waktu itu, kopaja AC ternyata ngetem cari penumpang,” kata pengamat transportasi publik yang juga pelanggan setia Trans Jakarta Darmaningtyas, kemarin.

Saat ini, kopaja AC menjadi satu-satunya angkutan umum yang tergolong dalam bus kota terintegrasi busTrans Jakarta (BKTB). Sementara angkutan perbatasan terintegrasi bus Trans Jakarta(APTB) dikelola operator, seperti Perusahaan Otobus (PO) Bianglala dan PPD.

BKTB dan APTB adalah angkutan reguler yang dianggap telah memenuhi kualitas tertentu, termasuk bentuk armadanya didesain seperti Trans Jakarta tetapi dalam ukuran lebih kecil.

Kedua moda itu muncul untuk menjawab kebutuhan integrasi Trans Jakarta dengan angkutan umum dari daerah di sekitar DKI. Dengan APTB mereka bisa langsung bergerak dari kawasan tertentu, seperti Ciputat, menuju kawasan Sudirman-MH Thamrin tanpa perlu repot berpindah moda. BKTB juga memiliki peran tak jauh beda dari APTB, tetapi moda ini khusus melayani mobilitas di dalam kota. Istimewanya, APTB dan BKTB boleh menggunakan jalur khusus Trans Jakarta dan bisa mengambil penumpang di halte angkutan massal itu.

Berita Rekomendasi

Namun, penumpang yang menggunakan Trans Jakarta dan APTB ataupun BKTB merasakan bahwa kedua moda baru itu sekadar memaksimalkan pemanfaatan keistimewaan yang mereka miliki. Di sisi lain, pengelola kedua moda tidak menjaga mutu layanan kepada penumpang.

Seperti saat menggunakan APTB Ciputat-Kota dari Stasiun Kota menuju Halte Gelora Bung Karno, Rabu lalu. Perilaku pengemudi APTB masih sama persis dengan awak bus kota umumnya. Selain ngebut di jalur Trans Jakarta, mereka juga seenaknya masuk keluar jalur dengan alasan menghindari kemacetan di beberapa persimpangan di sepanjang Stasiun Kota-Harmoni.

Saat melaju di jalur reguler, di tengah jalan dan di tengah kepadatan lalu lintas, sopir dan kenek bus kompak menaikkan penumpang.

Sesuai aturan dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta, APTB memang boleh menaikkan penumpang di jalur reguler jika di ruas yang sama tidak ada jalur Trans Jakarta.

Pengelola APTB juga membiarkan penumpang terus masuk sehingga kondisi bus penuh sesak. Tempat menaruh barang di samping atas barisan kursi paling belakang pun dijejali penumpang yang duduk lesehan.

Penumpang banyak yang tidak tahu bahwa jika sejak awal berniat menggunakan APTB, mereka bisa langsung mengatakan kepada petugas tiket di halte dan membayar Rp 5.000 per orang.

Dengan tiket itu, ia berhak langsung naik APTB atau naik Trans Jakarta dulu kemudian berganti ke APTB menuju lokasi tujuan. Namun, karena tidak tahu, penumpang terpaksa dua kali mengeluarkan uang. Pertama, ia membeli tiket Trans Jakarta Rp 3.500 per orang kemudian disuruh membayar lagi Rp 5.000 per orang saat masuk APTB.

Tidak Konsisten

Darmaningtyas mengatakan, terkait keberadaan APTB/BKTB, dinas perhubungan dinilai tidak konsisten dengan konsep/perencanaan awal saat akan melahirkan transjakarta, yaitu menghapus trayek-trayek yang 50 persen beririsan dengan jalur angkutan massal itu. Kebutuhan integrasi antarmoda diwujudkan dengan rencana menata angkutan reguler menjadi bus pengumpan bagi Trans Jakarta

Sebelumnya, Direktur Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Yoga Adiwinarto mengakui, sistem baru ini masih memiliki banyak kekurangan yang harus segera diperbaiki. Namun, bukan berarti harus menghapus APTB dan BKTB karena keberadaan keduanya merupakan terobosan bagus dalam mendongkrak kualitas layanan transjakarta dan langkah maju mewujudkan integrasi antarmoda yang memudahkan pengguna.

Terkait langkah Unit Pengelola (UP) Transjakarta mengelola pengemudi, Ketua Umum Serikat Pekerja Trans Jakarta Lasdi berpendapat, UP Trans Jakarta lebih baik mengawasi operator secara ketat ketimbang merekrut dan mengelola pengemudi sendiri.

”Kami khawatir justru terjadi monopoli. Padahal, operator ini pemilik trayek yang terikat kontrak kerja sama,” kata Lasdi.

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas