7 Tahun Pacaran, Pasangan Tuna Rungu Menikah di Tengah Banjir
Keinginan dua sejoli selama bertahun-tahun, terwujud. Bak pangeran dan putri, keduanya duduk di singgasana pelaminan
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- MINGGU (23/2/2014) menjadi hari paling istimewa di kehidupan Mahfud Pratama (24) dan Rahmawati (21). Keinginan dua sejoli selama bertahun-tahun, terwujud. Bak pangeran dan putri, keduanya duduk di singgasana pelaminan. Tapi ada yang berbeda dalam pesta perkawinan Mahfud dan Rahma.
Mereka menikah di tengah kepungan banjir, di rumah mempelai pria di Rawa Buaya RT03/02, Cengkareng, Jakarta Barat. Pesta yang direncanakan digelar di sebuah tanah lapang di tengah perkampungan, batal. Alhasil, pelaminan yang harusnya tertata mewah di tempat lapang itu, dipindah ke sebuah ruangan di lantai rumah Mahfud. Ada yang lebih mengharukan.
Sepasang pengantin tuna rungu itu harus dibawa dengan perahu dari rumah mempelai pria menuju ke Jalan Daan Mogot sejauh 200 meter, ketika hendak menuju ke Kantor Urusan Agama (KUA) Cengkareng. Bak pengeran dan putri, keduanya duduk di singgasana perahu, dikawal puluhan keluarga dan kerabat. Resepsi dimulai pada 13.00. Para tamu undangan berdatangan.
Sebagian menerjang genangan setinggi paha orang dewasa. Hanya sedikit dari mereka yang masuk ke pemukiman dengan menggunakan perahu yang disediakan. Seorang tamu undangan bernama Musroh (53) tampak susah payah berjalan menyusuri genangan air dari jalan besar menuju ke tempat berlangsungnya pesta. Dia takut terjerembab.
Ia mengaku tidak masalah harus kondangan dalam kondisi banjir. "Banjir kan tidak menghalangi buat kita bersilaturahim," kata warga Pedongkelan Depan, Cengkareng Timur.
Sementara itu, prasmanan dilakukan di lantai satu rumah. Tamu undangan tampak menikmati sajian di atas genangan setinggi 30 cm di dalam rumah itu. Ada beberapa tamu undangan yang tampak terharu dan menitikkan air mata. Sebagian lagi terlihat mengobrol santai dengan keluarga mempelai atau dengan sesama tamu undangan.
"Ada 700 undangan yang disebar, tapi memang tidak semuanya datang. Ya kita tahu lah, kondisinya banjir seperti ini," kata Pujiono (46), ayah Mahfud.
Pujiono mengaku tidak bisa membatalkan pesta pernikahan lantaran undangan sudah disebar dua pekan lalu. "Kami juga sudah konsultasi dengan penghulu, katanya tidak bisa ditunda. Makanya tadi pengantinnya dinaikin perahu," katanya.
Dua mempelai duduk di singgasana pelaminan dengan wajah ceria. Mereka tampak bahagia. Dengan bahasa isyarat yang diterjemahkan Arif (18), dua mempelai itu mengaku sudah menjalin hubungan kekasih sejak tujuh tahun lalu. Ketika ditanya siapa diantara mereka yang mengungkapkan cintanya terlebih dahulu, keduanya malu-malu dan saling menujuk.
"Awalnya mereka pedekate melalui sms, saat keduanya sedang sekolah di SLB," kata Arif menerjemahkan jawaban dari Rahmawati. Sejak itu hubungan mereka semakin dekat. Terlebih, keduanya juga sama-sama menjadi anggota komunitas tuna rungu.
Lebih lanjut Rahmawati melalui bahasa isyarat mengatakan, ia bersama suaminya ingin mempunyai dua anak di masa pernikahan mereka. Mahfud sendiri kini bekerja sebagai cleaning service di sebuah perusahaan. Dulu, Rahma juga bekerja di tempat yang sama, sebelum akhirnya memutuskan berhenti dan membantu kedua orang tuanya di rumah.
"Sebelumnya keduanya sekolah di dua SLB yang berbeda. Mahfud di SLB Kuntum dan Rahma di SLB Alfiani Cengkareng. Dua sekolah itu setara dengan SMA. Saat lulus, keduanya sempat satu kerjaan," terang Hernia (49) ibunda Rahmawati.
Hernia menjelaskan, pemilihan tanggal pernikahan sudah ditetapkan oleh dua keluarga mempelai. "Ini merupakan hari baik. Meskipun banjir, mudah-mudahan rejeki mempelai juga banjir nantinya, berlimpah," kata Hernia.
Lebih jauh Hernia menjelaskan, Rahmawati merupakan sosok yang rajin. "Kehidupannya normal, bergaul dengan dengan teman-temannya yang lain. Bahkan, soal pekerjaan rumah, dia terbilang rajin dibandingan teman-teman sebayanya. Dia juga jago masak," kata Hernia.
Begitulah Rahmawati. Meski memiliki kekurangan, kelahiran 23 Maret 1993 ini selalu optmistis menatap kehidupan. Hidupnya selalu bersemangat. "Dia dari kecil sudah tuna rungu. Awalnya sakit panas. Ketahuannya pas umurnya dua tahun," kata Hernia.
Hari makin sore. Beberapa tamu undangan masih berdatangan. Rekan mempelai dari komunitas tuna rungu juga berkumpul di pesta itu. Mereka memberikan ucapan dengan bahasa isyarat, kemudian tawa bahagia pecah di lantai dua rumah sederhana itu.
Mahfud dan Rahma juga tak berhenti tersenyum. Sesekali mereka berjalan ke balkon dan memandang lingkungan mereka yang terendam banjir. Beberapa tetangga yang berkumpul di bawah melambaikan tangan dan menggoda. Mahfud dan Rahma menyambutnya dengan tawa. Pesta itu berakhir pukul 17.00. Selamat berbahagia Mahfud dan Rahma. (Feriyanto Hadi)