Pengadilan Tinggi Putus Bebas Pengamen Nurdin dan Andro
Keduanya dianggap tidak terlibat dalam kasus pembunuhan Dicky Maulana yang terjadi di jembatan Cipulir, Jakarta Selatan pada 1 Juli 2013 lalu.
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutus bebas dua pengamen jalanan, Andro Suprianto (18) dan Nurdin Prianto (23). Keduanya dianggap tidak terlibat dalam kasus pembunuhan Dicky Maulana yang terjadi di jembatan Cipulir, Jakarta Selatan pada 1 Juli 2013 lalu.
Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyebut dalam fakta persidangan di Pengadilan Negri Jakarta Selatan, terungkap keduanya tidak terlibat. Tak satu pun saksi yang dihadirkan di persidangan bisa membuktikan Andro dan Nurdin bersalah, dan tidak ada alat bukti yang dapat menunjukan keterlibatan keduanya.
Pengacara keduanya dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, saat dihubungi Tribunnews.com, mengatakan Pengadilan Tinggi memutus bebas Andro dan Nurdin pada 5 Maret lalu, namun keduanya baru bisa dibebaskan kemarin, Senin (28/4), dari Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta Timur.
Nelson menyebutkan bahwa dengan putusan bebas itu, pihaknya menduga ada prosedur yang tidak dijalankan oleh penyidik Polda Metro Jaya yang menangani kasus tersebut. "Sejak awal kasus ini kita sudah laporkan penyidik ke propam Mabes Polri dan di Polda Metro Jaya, tapi tidak ada hasilnya," katanya.
Keduanya sudah sekitar 10 bulan menjalani tahanan karena kasus tersebut. Oleh karena itu, rencanannya ia mengajukan proses hukum terhadap penyidik Polda Metro Jaya atas 10 bulan yang direnggut. "Kita akan minta pemulihan, itu bisa dalam bentuk ganti rugi sampai permohonan maaf," ujarnya.
Selain Andro dan Nurdin, dalam kasus itu Polisi juga menerat AG, 14 tahun, MF, 13 tahun, BF, 17 tahun, dan FP, 16 tahun karena diduga terlibat. Mereka dituduh membunuh Dicky yang merupakan pengamen baru di wilayah tersebut, karena Dicky dianggap tidak sopan. Mereka juga dituduh mengambil sepedamotor milik Dicky.
Dalam persidangan tim penasehat hukum yang diketuai Johanes Gea menghadirkan seorang pengamen berinisial IP, dalam persidangan ia mengaku ikut membunuh Dicky bersama dua rekannya yang ia ketahui bernama Brengos dan Jubai.
Dicky dianggap kerap membuat onar saat mabuk. Setelah melakukan pembunuhan, mereka lalu mencapakan begitu saja jenazah Dicky dan merampas sepeda motor korban.
Menjelang pagi saat Dicky, Brengos dan Jibai pergi, Andro bersama teman-temannya tiba di kolong jembatan tersebut. Mereka sempat berbicara dengan Dicky sebelum anak itu menghembuskan nafas terakhirnya.
Namun demikian Polisi justru menangkap Andro, Nurdin dan teman-temannya. Dalam putusan hakim disebutkan, bahwa keterangan IP tidak diterima hakim karena saat kejadian IP dalam kondisi mabuk.
Pada 16 Januari lalu keduanya diputus bersalah oleh Pengadilan Negri Jakarta Selatan dan masing-masing dihukum 7 tahun penjara. Andro dan Nurdin dianggap bersalah melanggar pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, yakni pembunuhan bersama-sama subsidair dalam Pasal 170 ayat 2 ke 3 KUHP, yakni kekerasan yang mengakibatkan kematian.
Berbeda dengan Nurdin dan Andro, rekam keduanya yang masih dibawah umur yakni AG, MF, BF, dan FP, yang menjalani persidangan lebih awal pada Oktober lalu oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta diputus bersalah. Kini kasus mereka masih ditangani di Mahkamah Agung (MA).
"Waktu kasus mereka kita terlambat mengirimkan memory banding. Tapi mudah-mudahan putusan Andro dan Nurdin bisa dijadikan bukti baru di MA," tandasnya.