Biadab, Pelaku Sodomi Makin Beringas ketika Korban Menangis
tangisan korban sodomi selalu pecah selama sodomi dilakukan secara bergiliran oleh sedikitnya tiga pelaku.
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Wartakota, Budi Sam Law Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, menjelaskan dari keterangan AK (6) siswa TK Jakarta International School (JIS) yang menjadi korban sodomi diketahui saat kekerasan seksual itu terjadi, tangisan korban selalu pecah selama sodomi dilakukan secara bergiliran oleh sedikitnya tiga pelaku.
"Kekerasan seksual selalu dilakukan bersama-sama sedikitnya 3 orang. Selama sodomi berlangsung bergiliran, tangisan korban pecah namun pelaku tetap tega melakukannya," kata Arist kepada Warta Kota, Minggu (4/5/2014).
Menurutnya karena selalu dilakukan berkelompok dan bersama-sama setiap kali aksi sodomi, minimal waktu yang dibutuhkan adalah 15 menit. "Selama itu pula tangisan korban selalu pecah. Dan saya curiga mengapa tidak ada guru yang mendengar dan mengetahui itu," kata Arist.
Sebab kata dia, beberapa siswa lain rekan AK, mengaku, sempat mendengar dan mengetahui aksi kekerasan seksual itu dari tangisan AK yang terdengar hingga ke luar toilet.
Menurutnya, walau dalam aksi sodomi para pelaku berbagi tugas dan ada yang berjaga di depan toilet, tangisan korban yang terdengar sampai luar toilet tak akan bisa dicegah pelaku.
"Sebab pelaku justru senang dan makin terangsang jika korbannya menangis atau kesakitan," ujar Arist.
Ia menambahkan dari beberapa aksi sodomi terhadap para korban, ia menduga Afrisca tersangka perempuan yang mengorganisirnya.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto, mengatakan keenam tersangka sodomi yang sudah ditahan pihaknya melakukan aksi bejat itu secara berkelompok setelah salah satu di antara mereka berhasil menyergap salah satu siswa.
"Koordinasi untuk melakukan perbuatannya, mereka lakukan dengan saling telepon. Setiap aksinya mereka minimal 3 orang," ujar Rikwanto.
Rikwanto menjelaskan ketika siswa sedang istirahat atau buang air di toilet, para petugas yang menjaga sedikitnya 12 toilet itu akan menyergap salah satu siswa tanpa diketahui rekan siswa lainnya.
Parahnya, kata Rikwanto, ketika korban sudah dalam genggaman seorang atau dua pelaku, maka mereka akan menelepon pelaku lainnya untuk memberitahu agar bersama-sama melakukan sodomi ke korban.
"Kadangkala ketika salah satu pelaku sudah pegang seorang siswa TK, ia akan menelepon rekan lainnya dan memberitahukan kepada teman-temannya apakah mau dikerjain atau tidak. Lalu mereka pun berkumpul di salah satu toliet melakukan aksinya. Tidak jarang tersangka perempuan selalu ikut serta," ujarnya.
Setelah berkumpul, kata Rikwanto, para pelaku memasukkan bocah yang sudah dipegang ke dalam toilet. Mereka pun beraksi dengan berbagi tugas.
"Ada yang menjaga pintu, menjaga teman yang tengah menyodomi korban di toilet, ada juga yang memantau situasi dan kondisi serta ada yang memegangi korban. Itu cara mereka melakukannya," katanya.
Ia menjelaskan jika berhasil melakukan perbuatannya, maka anak yang menjadi korban itu akan diincar lagi di kemudian hari. "Karena dianggap tidak masalah, lalu mereka mengulangi kembali," kata Rikwanto.
Bahkan, kata Rikwanto, pernah suatu ketika seorang korban sudah ditelanjangi namun bel sekolah berbunyi. "Akhirnya perbuatan sodomi tidak jadi mereka lakukan. Itu juga termasuk ada peran AF, tersangka perempuan di situ," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.