Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Pejabat Terlibat Pungli KTP di Depok Bisa Dipidana 6 Tahun Penjara

aparatur negara yang melakukan praktek pungli atas pembuatan KTP, kartu keluarga (KK) serta Akta Lahir bisa diancam pidana

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Pejabat Terlibat Pungli KTP di Depok Bisa Dipidana 6 Tahun Penjara
(Banjarmasin Post/Ibrahim Ashabirin)
Ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, DEPOK -- DPRD Kota Depok mendesak Pemerintah Kota Depok untuk menghentikan praktik pungutan liar pembuatan kartu tanda penduduk (KTP), yang saat ini disinyalir marak terjadi terutama bagi warga pendatang yang menetap di Kota Depok.

DPRD Kota Depok juga berharap Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail melakukan pengawasan intensif atas adanya praktek pungli KTP yang terjadi di Depok selama ini yang dilakukan jajarannya.

Edmond Djohan, Anggota DPRD Kota Depok, menuturkan, bagi aparatur negara yang melakukan praktik pungli atas pembuatan KTP, kartu keluarga (KK) serta Akta Lahir bisa diancam pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp 25 Juta.

Hal itu katanya mengacu pada Revisi UU nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk). "Jadi siapapun aparatur negara yang terlibat dalam praktek pungli ini, walau Walikota sekalipun bisa dipidanakan dan diancam penjara," katanya, kepada Warta Kota, Rabu (4/6/2014).

Bahkan, tambah Edmond, dalam UU No 24 Tahun 2013 tentang penjelasan perubahan UU No 23 Tahun 2006 tentang Adminduk, menyatakan, bahwa siapapun pejabat negara yang terlibat dalam praktik pungutan liar dalam pembuatan dokumen negara berupa KTP/KK dan Akta Lahir, dapat diancam pidana penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp 75 Juta.

"Jadi saya harap pemerintah dan Disdukcapil Depok tidak main-main dalam memberikan layanan publik ini," ujarnya.

Ia mengatakan sesuai Revisi UU Adminduk akhir 2013 lalu yang disahkan DPR RI, ditetapkan bahwa tidak boleh ada lagi biaya yang dibebankan ke masyarakat dalam pembuatan KTP/KK dan Akta Lahir di seluruh Indonesia.

"Namun nyatanya di Depok, sampai saat ini, masih ada saja retribusi yang dikenakan untuk pembuatan KTP yakni sebesar Rp 100.000. Belum lagi pembuatan KK dan Akta Lahir. Hal ini sudah termasuk pungli dan pejabatnya bisa dipidana," papar Edmond.

Edmond menjelaskan adanya pungutan liar di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Depok atas pembuatan dan pengurusan KTP serta administrasi kependudukan lainnya sebesar Rp 100.000, bisa terjadi karena Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail tutup mata dan ikut andil dalam praktik pungli ini.

Menurut Edmond, secara tidak langsung Nur Mahmudi merestui pungli tersebut karena tidak mensosialisasikan ke masyarakat mengenai sudah dianulirnya atau dihapusnya Peraturan Daerah (Perda) Kota Depok Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) pada akhir 2013 lalu akibat revisi UU Perubahan No 23/2006 oleh DPR RI.

"Setelah Perda lama dianulir, seharusnya Walikota langsung mensosialisasikan ke masyarakat serta segera membuat kebijakan baru. Tapi ini tidak dan justru mendiamkan pungli terjadi terus. Berarti sama saja Walikota merestui pungli itu. Ini sudah tidak benar," papar Edmond.

Ini berarti kata Edmond, selain Kepala Disdukcapil Depok, Walikota Nur Mahmudi Ismail juga bisa dipidana dan diancam 6 tahun penjara serta denda Rp 75 Juta.

Seperti diketahui retribusi pembuatan KTP baru sebesar Rp 100.000 sebelumnya diatur dalam Perda Kota Depok Nomor 8 Tahun 2012. Namun Perda itu sudah dianulir atau dihapus oleh Badan Legislasi DPRD Depok pada akhir 2013 lalu.

Penghapusan berdasarkan ketetapan DPR RI dalam perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan tidak boleh ada lagi pungutan atau biaya apapun dalam pembuatan KTP dan KK atau surat pindah kependudukan warga untuk meningkatkan efektivitas pelayanan administrasi kependudukan kepada masyarakat.

Walaupun Perda sudah dianulir, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Depok tetap menerapkan Perda ini dan melakukan pungutan retribusi Rp 100.000 bagi warga yang mengurus KTP baru dan KK baru.

Karenanya, kata Edmond, ia meminta Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail untuk segera menghentikan praktik pungli itu dan mencopot Kepala Disdukcapil Mulyamto. "Sebab sudah banyak masyarakat yang dirugikan atas ulahnya," katanya.

Menurutnya jika pungli ini terus berlanjut mala dalam waktu dekat pihaknya akan menggelar rapat bersama Ketua DPRD Rintis Yanto untuk membahas hal tersebut.

"Kami juga akan segera usulkan ke Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Depok untuk segera mencopot Kepala Disdukcapil Mulyamto dari jabatannya itu," ujar Edmond.(Budi Malau)

Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas