SLB Imaculata Dituding Aniaya Murid Hingga Lumpuh
"Anak saya harus dirawat selama 10 hari. Ada luka lebam di sekujur tubuhnya. Di telapak kaki ada luka bakar, di bagian kemaluan rusak," jelas TH.
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - TH (53), warga Kota Bandung mengadu ke Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Senin (9/6).
Kepada pengurus Komnas PA, TH mengatakan bahwa anak perempuannya, SAH (14) diduga mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oknum pengajar di Sekolah Berkebutuhan Khusus Santa Maria Imaculata (SBKSMI), Jalan PBSI, Cilangkap, Cipayung, Jakarta Timur.
Menurut TH, anaknya dia temukan dalam kondisi memprihatinkan dengan luka lebam di sekujur tubuhnya dan luka bakar di kedua kakinya. Selain beberapa bagian tubuhnya terluka, TH menduga anaknya mengalami kekerasan seksual juga.
Kejadiannya, kata TH, berawal saat dia memasukkan SAH ke asrama tersebut pada 19 November 2013, dengan harapan agar anaknya menjadi lebih baik dan terkendali.
Namun, baru tiga bulan di asrama sekolah, TH mendapat kabar bahwa SAH mogok makan dan buang air serta berperilaku aneh.
"Sebelum dibawa ke asrama anak saya baik-baik saja. Setelah tiga bulan di sana, saya mendapat kabar bahwa ada yang tidak beres dengan anak saya," ujar TH saat dihubungi, Senin (9/6).
TH pun memutuskan berangkat ke Jakarta pada 18 Maret 2014 untuk menengok SAH. Namun, sampai di Jakarta, warga Bandung itu tidak dapat bertemu dengan anaknya.
Pihak sekolah justru menemui dirinya di sebuah mal di Jakarta Selatan. "Pada pertemuan itu, pihak sekolah bilang kalau anak saya psikopat," kata TH.
TH akhirnya memaksa untuk bertemu anaknya. Saat bertemu, TH melihat kondisi SAH yang sangat memprihatinkan. TH pun membawa keluar SAH dari asrama dan membawanya ke rumah sakit di Bandung.
"Anak saya harus dirawat selama 10 hari. Ada luka lebam di sekujur tubuhnya. Di telapak kaki ada luka bakar, di bagian kemaluan rusak," jelas TH.
Setelah keluar dari rumah sakit, TH mengatakan bahwa kondisi anaknya tidak lagi seperti ketika sebelum masuk asrama. Anak bungsu dari dua bersaudara itu mengalami kelumpuhan dan menjalani rawat jalan.
TH pun meminta pertanggungjawaban pihak sekolah dengan meminta biaya ganti rugi rumah sakit sebesar Rp 35 juta dan biaya bulanan perawatan SAH sebesar Rp11 juta per bulannya. TH juga melaporkan kasus tersebut ke Komnas PA dan Polisi.
"Tanggal 18 Maret saya melapor ke Komnas PA, tanggal 25 Maret saya lapor ke Polrestro Jakarta Timur. Sekolah juga tidak memberikan ganti rugi dan tidak merespon saya," tuturnya.
Menurut TH, karena dari sekolah itu anaknya mengalami luka-luka, jadi wajar kalau dia meminta biaya ganti rugi rumah sakit sebesar Rp35 juta dan biaya perawatan sebesar Rp11 juta setiap bulannya.
Ia mengaku, awalnya hendak menyelesaikan kasus tersebut dengan kekeluargaan. TH pun mendapat panggilan untuk mediasi dengan pihak sekolah di Kantor Komnas PA.
"Saya hadir ke acara mediasi tersebut. Tapi justru pihak sekolah yang tidak datang. Mereka malah mengirim orang yang punya saudara, sekolah di sana untuk mediasi dengan saya. Loh hubungannya apa? Orang itu nggak berkompeten. Kenapa bukan dari pihak sekolahnya yang datang?" katanya.
TH berharap kasus yang menimpa SAH segera mendapat tanggapan dan jalan keluar dari pihak terkait. Kini, SAH harus menderita kelumpuhan usai kejadian tersebut dan masih menjalani pengobatan rawat jalan.(Warta Kota Cetak)