Pengurus Pasar Keluhkan Rencana Pemprov Terapkan Sistem Retribusi AutoDebet
Rencana pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menerapkan sistem penarikan retribusi auto-debet atau non tunai
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Rencana pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menerapkan sistem penarikan retribusi auto-debet atau non tunai terhadap para pedagang kaki lima (PKL) di pasar, dikeluhkan pengurus pasar.
Mereka menganggap, rencana tersebut akan menyulitkan para pengurus dalam mengelola pasar. Seperti diketahui, pada bulan Juli ini Pemprov akan menerapkan sistem penarikan non tunai menggunakan rekening Bank DKI di kalangan para PKL.
Besaran biaya retribusi sendiri berkisar Rp 2.000-Rp 4.000 per pedagang. Rencana ini merupakan salah satu upaya Pemprov DKI untuk menghindari adanya pungutan liar yang biasa dilakukan oleh oknum pasar. Disisi lain, para pengelola merasa kebingungan dengan rencana tersebut, sebab selama ini biaya operasional pengelolaan pasar diperoleh di luar biaya retribusi resmi.
Sayumi (43) salah seorang penarik retribusi di Pasar Ular Plumpang, Kelurahan Rawa Badak Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara ini misalnya. Ia mempertanyakan rencana yang digagas oleh Pemprov DKI Jakarta. Menurutnya, ia tak akan mendapat honor bila PKL hanya menyetor biaya retribusi resmi saja, tanpa diperkenankan membayar biaya lain ke para pengurus pasar.
"Selama ini honor kami sebesar Rp 1,25 juta per bulan didapat dari pungutan di luar distribusi, lalu kalau PKL hanya membayar retribusi resmi, kami mau dapat upah dari mana?," ujar Sayumi saat ditemui di Pasar Ular Plumpang pada Sabtu (5/7/2014).
Sayumi menjelaskan, setiap hari ia menagih uang retribusi sebesar Rp 5.000-Rp 8.000 kepada 150 pedagang di Pasar Ular Plumpang. Dari besaran iuran itu, ia mesti menyetorkan uang Rp 3.000 per pedagang kepada Sudin Usaha Menengah, Kecil, Mikro, Koperasi dan Perdagangan (UMKMK-P).
Sementara sisa uangnya, yakni Rp 2.000-Rp 5.000 digunakan untuk operasional pasar. "Kalau pedagang di dalam dikenakan iuran Rp 8.000, sementara di luar Rp 5.000 per pedagang. Karena retribusi resminya Rp 3.000, maka uang dari potongan retribusi resmi kita alihkan untuk mengelola pasar," kata Sayumi. (Fitriandi Al Fajri)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.