Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KY: Sidang Anas Nihil Pelanggaran Etik

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu dihukum pidana delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in KY: Sidang Anas Nihil Pelanggaran Etik
Tribunnews/Dany Permana
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum menjalani sidang vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta Selatan, Kamis (24/9/2014). Anas divonis terlibat korupsi dalam proyek Hambalang dan dihukum 8 tahun penjara dengan denda sebesar Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan, serta membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 57,5 miliar dan US$ 5,2 juta atau kurungan selama 2 tahun. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Komisi Yudisial (KY) memantau langsung sidang vonis terdakwa Anas Urbaningrum di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, kemarin. Bahkan, seorang komisioner KY turut menyaksikan langsung di ruang persidangan.

Dalam vonis, mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu dihukum pidana delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan.

KY sendiri menyatakan, tidak ada pelanggaran kode etik yang dilakukan Majelis Hakim yang diketuai Haswan‎di tersebut.

"Tidak ada pelanggaran etik, itu berjalan normal, biasa saja," kata Ketua KY Suparman Marzuki saat dikonfirmasi, Kamis (26/9/2014).

Meski begitu, KY merasakan putusan-putusan yang dijatuhi majelis hakim Pengadilan Tipikor selama ini belum menunjukkan konsistensi. Karenanya, ia berharap hakim-hakim di Pengadilan Tipikor dapat menjaga konsistensinya terhadap terdakwa kasus korupsi.

"Kalau ada satu kasus yang relatif sama, pelaku tindakannya dengan pelaku berikutnya itu konsistensi harus dijaga. Kalau yang sebelumnya hak politiknya dicabut dengan relasi sama, maka harus dicabut juga hak politiknya," kata Suparman mencontohkan.

Contoh lain inkosistensi majelis hakim, terang dia, adalah mengenai dakwaan tindak pidana pencucian uan (TPPU). Ada hakim yang tak sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

BERITA TERKAIT

"Ada hakim yang menganggap KPK tidak bisa mengadilkan TPPU. Ini kan pengadilan di bawah MA, (hakim-hakim) berbeda (pandangan) dalam memaknai kewenangan penegak hukum. Nah yang seperti ini lah inkonsitensi yang menjadi problem tersendiri," kata Suparman.

Inkonsistensi itu yang masih terlihat dalam sidang kasus dugaan penerimaan hadiah atau gratifikasi proyek Hambalang, proyek-proyek lain, dan TPPU. Khususnya mengenai tuntutan pencabutan hak politik.

"Jadi dalam persidangan Anas itu ada inkonsitensi di Pengadilan Tipikor. Ini kan harusnya bila ada (kasus korupsi) yang relatif sama, latar belakang sama, unsurnya sama, meskipun kuantitasnya berbeda, itu harusnya menimbulkan konsistensi," imbuh Suparman.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas