Seluk-beluk Bisnis Syahwat di Kamar Apartemen (4)
jual-beli jasa pemuas syahwat perkotaan di apartemen Plus terjadi karena interaksi antarpenghuni sangat terbatas.
Penulis: Abraham Utama
Editor: Rachmat Hidayat
*Kualitas Hubungan Sosial Penguni Apartemen Terbatas
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, menyatakan fenomena jual-beli jasa pemuas syahwat perkotaan di apartemen Plus terjadi karena interaksi antarpenghuni apartemen maupun dengan lingkungan luar sangat terbatas.
Dia menamai hal itu sebagai degradasi sosial atau penurunan kualitas hubungan sosial. Kejadian ini berbahaya karena dapat memunculkan jarak sosial yang membuat orang saling terasing.
"Tinggal di apartemen atau perumahan berbasis kluster disebut gated community. Tidak sembarang orang bisa masuk ke tempat tersebut. Sangat tertutup sekali," ujar yayat, dosen jurusan arsitektur lanskap dan teknologi lingkungan ketika ditemui Tribunnews.com.
Yayat menganjurkan Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta segera mengeluarkan peraturan yang rinci agar pembangunan hunian vertikal bukan sekadar pembangunan tempat-tempat ekslusif. Hal ini penting untuk mencegah perumahan bertingkat itu menjadi sumber kerawanan sosial baru.
"Negara, selama ini seakan tidak dapat ikut campur. Contohnya, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tidak diperbolehkan mencatat siapa yang tinggal di dalam sana (apartemen). Hunian-hunian itu harus dipantau negara. Jangan sampai tempat itu menyimpan imigran gelap, orang-orang yang tidak jelas statusnya," tuturnya.
Hal kedua, penting segera dilakukan adalah pengorganisasian di tingkat penghuni. Ia berujar, pembangunan hunian vertikal harus diiringi pembangunan komunitas dan sosialnya.
"Jika mereka lemah, pemerintah juga lemah dalam pengawasan, yang berkuasa adalah swasta. Organisasi untuk mengelola lingkungan mereka harus dibentuk. Jangan seluruh hal didominasi pengembang. Matilah orang di dalamnya," kata dia.
Organisasi yang dimaksud Yayat adalah Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS). Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun mewajibkan pengembang memfasilitasi pembentukan PPPSRS. Lembaga ini diamanatkan mengurusi seluruh kepentingan bersama warga hunian vertikal.
Ronald Reinaldo, penghuni apartemen Plus di lokasi yang diduga menjadi lokasi praktik prostitusi itu menuturkan, hingga sekarang, lembaga PPPSRS belum kunjung terbentuk. Padahal, ia dan penghuni lainnya telah mengajukan rancangan pendirian PPPSRS sejak dua tahun lalu.
"Pengembang bilang tidak akan menolak usulan kami. Kami diminta sabar dan dijanjikan PPPSRS akan terbentuk setelah Lebaran 2013. Nyatanya sampai saat ini masih belum ada," ucap Ronald.
Terhambatnya pembentukan lembaga ini pun membuat berbagai permasalahan yang terjadi di antara komunitas penghuni apartemen Plus terbengkalai. Keluhan penghuni terkait imigran gelap, keamanan pascapembunuhan seorang perempuan yang diduga menjadi wanita seimpanan pejabat negara, dan penggrebekan narkotik, termasuk aktivitas prostitusi terbengkalai.
Tribun mencoba menghubungi manajemen apartemen Plus seluas belasan hektare persegi ini. Sayang, hingga berita ini dinaikkan, sambungan telepon tak kunjung mereka sambut.
selesai....