Gelandangan yang Sudah Dipulangkan Kenapa Kembali Lagi ke Jakarta?
Bagi Herman, berjuang memperoleh uang recehan di tengah kerasnya kehidupan kota Jakarta bukan hal baru. Sudah beberapa tahun dia melakukan itu.
Editor: Gusti Sawabi

Tribunnews.com - Siang itu seperti biasanya, Herman ditemani dua rekannya, Asep dan Nandang, mengamen di bus Patas Jurusan Grogol-Kampung Rambutan. Panas terik sinar matahari yang menyengat kulit, tidak menghalangi ketiga remaja belasan tahun itu untuk naik turun bus.
Bagi Herman, berjuang memperoleh uang recehan di tengah kerasnya kehidupan kota Jakarta bukan hal baru. Sudah beberapa tahun terakhir dia melakukan pekerjaannya itu sejak putus sekolah di kelas empat SD.
"Ibu dan adik perempuan saya hampir tiap hari mengemis di perempatan lampu merah di sekitar Cawang," kata Herman yang mengaku tinggal di sebuah gubuk di pinggiran rel kereta api sekitar kawasan Cawang.
Ia mengaku bahwa dirinya, ibu dan adiknya telah beberapa kali terkena razia yang dilakukan aparat pemda DKI Jakarta. Dahulu mereka pernah dipulangkan ke kampung di Tasikmalaya. Namun, karena tidak punya kerjaan di kampung, mereka kembali ke Jakarta.
Kisah Herman itu merupakan sekelumit cerita dari ratusan bahkan ribuan gepeng yang berada di DKI Jakarta. Akibat banyaknya gepeng saat ini, persoalan itu menjadi sesuatu hal yang terus menjadi perhatian khusus bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Tidak hanya DKI Jakarta, permasalahan sosial itu tampaknya juga sudah menjadi bagian dari kehidupan di kota-kota besar Indonesia. Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta tidak henti-hentinya melakukan penertiban dan mengamankan para gelandangan dan pengemis yang rata-rata jumlahnya mencapai tujuh hingga sepuluh orang setiap kali penertiban dilakukan.
Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta Masrokhan mengatakan, penertiban terhadap keberadaan para gepeng itu dilakukan hampir setiap hari di lima wilayah yakni Jakarta Pusat, Utara, Barat, Timur dan Selatan.
Ia mengatakan, ada 48 titik tempat berkumpul gepeng dan lokasi tersebut sudah diawasi oleh 300 petugas Dinas Sosial. Adapun 48 titik rawan yang kerap menjadi target penertiban di Jakarta Pusat di antaranya berada di lokasi keramaian Perempatan Senen, Perempatan Galur, Perempatan Cempaka Putih, Kelapa Gading, Sudirman dan lainnya.
Selanjutnya, di Jakarta Selatan di antaranya berada di kawasan Pancoran, Mampang Prapatan, Blok M, Hang Lekir/Pertamina, Pejaten dan Kebayoran Lama.
Keberadaan gepeng itu berpindah-pindah dan mereka akan beroperasi di sekitar perempatan lampu merah, jembatan penyeberangan, trotoar serta daerah yang banyak dilalui masyarakat.
"Kami bekerja sama dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Kementerian Sosial guna melakukan penertiban terhadap keberadaan gepeng di seluruh DKI Jakarta," katanya.
Berdasarkan data Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, ada sekitar 4.893 gepeng yang ditertibkan dari periode Januari hingga Oktober 2014. Seluruh gepeng tersebut hasil penertiban yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan bersama instansi lainnya.
Masrokhan menjelaskan, gepeng yang tertangkap dalam sebuah operasi yustisi itu akan dilakukan pembinaan di 27 panti sosial milik Dinas Sosial DKI Jakarta dan tiga di antaranya merupakan panti khusus hasil penertiban.
Pembinaan itu dilakukan dengan cara merehabilitasi mereka di panti sosial dengan memberikan nasihat, pendidikan dan keterampilan. Diharapkan nantinya mereka bisa bekerja sesuai dengan bekal yang telah diberikan.