Mesin ERP di Kawasan Kuningan Sudah Rusak, Padahal Baru 6 Bulan
Sebuah mesin ERP yang terletak di depan Gedung Setiabudi One terlihat sudah tidak berfungsi lagi dan hanya menjadi pajangan saja
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksanaan uji coba jalan berbayar atau kerap disebut Electronic Road Pricing (ERP) di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (7/4/2015) nampaknya urung dilakukan.
Sebuah mesin ERP yang terletak di depan Gedung Setiabudi One terlihat sudah tidak berfungsi lagi dan hanya menjadi pajangan saja.
Pantauan di lokasi layar digital yang berukuran sekitar 5 meter x 3 meter itu tidak hidup. Padahal, pada peluncuran ERP di Jalan HR Rasuna Said pada September 2014 lalu, layar itu digunakan untuk sosialisasi penerapan ERP.
Lampu-lampu pada mesin yang berwarna putih pun sudah sedikit redup. Untuk mesin ERP di Jalan HR Rasuna Said diuji coba oleh Perusahaan asal Swedia, yaitu PT Q-Free.
Salah seorang satpam Gedung Setiabudi One yang enggan menyebutkan namanya mengatakan bahwa pada Senin (6/4/2015) ada beberapa orang yang memperbaiki mesin itu. Namun, hingga saat ini belum ada perubahan.
"Kemarin ada yang benerin mesinnya, tapi sampai sekarang belum betul," kata pria yang menggunakan pakaian satpam lengkap dengan helm berwarna putih dan enggan disebutkan namanya.
Menurutnya, mesin itu seperti tidak ada gunanya. Hal ini dikarenakan masyarakat juga tidak berpengaruh terhadap sosialisasi yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Selain itu, kemacetan juga acap kali terjadi di Jalan HR Rasuna Said pada jam sibuk seperti berangkat dan pulang kerja.
"Ini mesin sudah seperti pajangan saja dan tidak ada gunanya," tuturnya.
Mematikan Rejeki Rakyat Kecil
Beberapa tukang ojek yang mangkal di pangkalan ojek Perbanas juga menolak pemberlakuan jalan berbayar atau ERP. Pasalnya, dengan pemberlakuan itu maka sepeda motor dilarang melintasi kawasan Jalan Kuningan.
Padahal, sehari-hari mereka mencari nafkah dengan cara mengojek selama puluhan tahun disana.
"Kami tidak setuju dengan penerapan ERP. Ini sama aja matiin rejeki rakyat kecil," kata Baron (55), tukang ojek yang sudah mangkal di Perbanas selama 20 tahun itu.
Menurutnya, dengan ada pembatasan atau pelarangan bagi sepeda motor membuat penghasilan dirinya menjadi tukang ojek berkurang.
Dari sehari bisa mengantongi uang sebesar Rp 150.000, kini hanya antara Rp 50.000 sampai Rp 60.000 per hari.
"Kami para pengguna sepeda motor kan sama-sama membayar pajak kayak penguna mobil. Jangan ada pembedaan gini dong," tuturnya.
Motor Bukan Penyebab Kemacetan
Sementara itu, Asman (51), salah seorang tukang ojek lainnya mengatakan bahwa sepeda motor bukanlah biang dari kemacetan.
Menurutnya, angkutan umum yang ngetem merupakan penyebab dari Jakarta semakin macet.
"Kalau motor mah nggak bikin macet. Itu angkot-angkot dan kopaja yang sering ngetem dan buat macet," tuturnya.
Dia tidak memungkiri bahwa setiap harinya di kawasan Jalan HR Rasuna Said selalu macet parah. Apalagi, saat pulang kerja.
"Kemacetan udah terjadi sejak jam 16.00 WIB sampai malam," ungkapnya.
Wewenang Dinas
Kepala Suku Dinas Perhubungan dan Transportasi Jakarta Selatan, Priyanto mengaku tidak mengetahui kalau mesin ERP di Jalan HR Rasuna Said rusak. Menurutnya, itu merupakan wewenang dari Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta. "Saya ngga tahu soal itu, karena memang itu wewenang dari Dinas," tuturnya.
Sementara itu Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta, Benjamin Bukit enggan mengomentari soal penerapan ERP. Dia hanya menjawabnya secara singkat saat dihubungi.
"Itu nantilah" ujarnya. (Bintang Pradewo)