Pakar: Dua Pasang Calon di Depok Bukan Pasangan Ideal
Ia pun memprediksi Idris-Pradi akan melenggang dengan mudah untuk memenangkan Pilkada Depok 2015.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Dimas Oky Nugroho-Babai Suhaimi dan Idris Abdul Somad-Pradi Supriyatna, adalah dua pasangan calon yang telah ditetapkan maju dalam pemilihan kepala daerah Kota Depok 2015.
Pasangan Dimas-Babai diusung oleh koalisi yang berisikan PDI Perjuangan, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Nasdem.
Sementara itu pasangan Idris-Pradi didukung secara resmi oleh Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera.
Pakar Psikologi Politik Hamdi Moeloek melihat dua pasang calon yang maju mewakili dua kubu yang saling berseberangan.
Ia menilai pasangan Idris-Pradi adalah pasangan yang mewakili kubu petahana, sedangkan Dimas-Babai sebagai kubu penantang yang menawarkan perubahan.
"Jadi meskipun Pak Nur Mahmudi (wali kota saat ini) tidak maju lagi (karena sudah menjabat dua periode), saya melihat majunya Pak Idris masih merepresentasikan kubu petahana karena Pak Idris kan wakil wali kota yang sekarang," ujar Hamdi kepada Kompas.com, Jumat (31/7/2015).
Hamdi sendiri melihat label petahana yang melekat pada Idris-Pradi sebenarnya kurang begitu menguntungkan.
Hal itu karena ia menilai pemerintahan Nur Mahmudi tergolong pemerintahan yang gagal mengelola Depok.
"Tidak ada kemajuan di Depok. Tidak ada prestasi yang mengesankan. Kotanya macet, ruang-ruang untuk publiknya tidak ada. Tidak ada alun-alun, taman, ataupun sarana olahraga. Tadinya saya berharap terminal yang digusur mau dijadikan alun-alun, tapi ternyata malah jadi hotel," ujar Hamdi yang memang tercatat sebagai warga Depok.
Akan tetapi, guru besar dari Universitas Indonesia ini menilai buruknya citra petahana tidak serta merta menjadi keuntungan bagi kubu penantang. Karena ia melihat Dimas sebagai figur yang kurang meyakinkan.
Hamdi menganggap meskipun masih muda citra Dimas belum bisa disamakan dengan citra para kepala daerah dari kalangan muda, seperti Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama, ataupun Presiden Joko Widodo saat dulu masih menjadi Wali Kota Solo.
Hamdi mengatakan Dimas memiliki rekam jejak yang tidak meyakinkan karena belum ada pengalaman dan prestasi apa-apa dalam pengelolaan pemerintahan.
Apalagi, kata dia, publik belum pernah mendengar Dimas mengeluarkan gagasan-gagasan tentang pengelolaan kota.
"Dia cuma pengamat. Tetapi kalau dilihat, kapasitasnya sebagai pengamat juga belum sekaliber Burhanuddin Muhtadi, Hanta Yudha, atau misalnya Yunanto Wijaya," ujar Hamdi.