243 PTS Non Aktif Harus Lakukan Perbaikan
Terkait dengan pemahaman masyarakat bahwa kampus yang dinonaktifkan merupakan kampus abal-abal
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) akhirnya memberikan keterangan resmi mengenai dinonaktifkannya 243 PTS yang terdaftar melalui laman forlap.dikti.go.id.
Direktur Jenderal Kelembagaan IPTEK Dikti, Patdono Suwignjo, membenarkan laman tersebut merupakan pangkalan data pendidikan tinggi (PDPT) yang berguna untuk melakukan pengaturan, perencanaan, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap kampus-kampus.
Terkait dengan pemahaman masyarakat bahwa kampus yang dinonaktifkan merupakan kampus abal-abal, Patdono mengatakan perlu menjelaskan intepretasi tersebut.
"Tidak benar yang nonaktif ini tidak berizin atau dicabut izinnya. Nonaktif ini berarti tidak boleh mengusulkan akreditasi ke BAN PT, tidak boleh menambah program studi, tidak boleh sertifikasi dosen, dan tidak dapat menerima beasiswa," kata Patdono saat konferensi pers di Gedung Dikti, Senayan, Selasa (6/10/2015).
Menurut Patdono, terhadap perguruan tinggi tersebut statusnya akan dikembalikan aktif jika sudah melakukan perbaikan terhadap pelanggaran yang dilakukan.
Ia mengungkapkan, ada beberapa pelanggaran yang dilakukan PTS sehingga membuatnya dinonaktifkan.
"Di antaranya adalah PT tersebut tidak melaporkan data perguruan tinggi selama 4 semester berturut-turut," katanya.
Ia menjelaskan, alasan pihak kampus tidak melaporkan data kepada PDPT bermacam-macam, mulai dari tidak ada staf yang melaporkan hingga sengaja tidak melaporkan karena ingin wisuda jumlah mahasiswa yang lebih banyak dari mahasiswa yang terdata di PDPT.
“Kemudian, jumlah nisbah dosen yang tidak sesuai dengan ketentuan, dimana jumlah dosen aturannya 1:30 untuk prodi IPA dan 1:45 untuk prodi sosial,” katanya.
Selain itu, kampus juga dapat dinonaktifkan karena membuka kelas jauh tanpa izin. Konflik antara yayasan pemilik perguruan tinggi juga bisa menjadi alasan kampus dinonaktifkan.
Bahkan, kampus yang pindah alamat tanpa melaporkan ke Kemenristekdikti juga bisa dikenai sanksi penonaktifan.
“Tetapi jika kampus tersebut memperbaiki diri, maka status penonaktifan bisa dicabut. Misalnya bagi kampus yang telah melaporkan data perkuliahan dan diverifikasi oleh Kopertis dan Kemenristekdikti, kampus tersebut bisa kembali aktif statusnya,” ucap Patdono. (Agustin Setyo Wardani)