Ahok: Saya Ini Bukan Superman Pak Penasihat Hukum
saya bukan superman pak penasihat hukum, yang normatif saja
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan penasihat hukum terdakwa mantan Kepala Seksi Prasarana dan Sarana Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat, Alex Usman.
Awalnya, Ahok ditanya apakah dirinya mengenal terdakwa dugaan korupsi pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) 25 SMA/SMK pada Suku Dinas Pendidikan Menengah di Jakarta Barat pada APBD Perubahan tahun 2014, dalam persidangan.
"Saya tidak kenal, baru tahu setelah ramai-ramai pemberitaan soal UPS ini," kata Ahok di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (4/2/2016).
"Anda jadi Gubernur DKI kapan?" tanya penasihat hukum Alex di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (4/2/2016).
"18 November 2014," jawab Ahok.
Selanjutnya Ahok ditanya soal anggaran pengadaan UPS yang masuk dalam APBD Perubahan 2014.
Lagi-lagi Ahok menjawab tak tahu.
Hakim Ketua Sutardjo langsung memotong pertanyaan penasihat hukum.
Dirinya meminta agar pihak Alex lebih cermat dalam bertanya.
"Tolong dipahami saksi ini adalah gubernur, ngga tahu seluruh kegiatan detil," kata Sutadjo.
"Tapi kalau TAPD tidak tahu, kami harus cek siapa yang tahu ini," kata penasihat hukum Alex.
Ahok lantas berucap bahwa dirinya bukanlah seorang superman yang mengetahui semua hal-hal ditanya penasihat hukum.
"Kalau soal teknis saya ngga mengerti, saya bukan superman pak penasihat hukum, yang normatif saja," kata Ahok.
Diketahui, Alex Usman, didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan alat Uninterruptible Power Supply (UPS) 25 SMA/SMK pada Suku Dinas Pendidikan Menengah di Jakarta Barat pada APBD Perubahan tahun 2014.
Dirinya didakwa melakukan korupsi tersebut bersama-sama dengan Harry Lo (Direktur Utama PT Offistarindo Adhiprima), Harjady (Direktur CV lstana Multimedia Center), Zulkarnaen Bisri (Direktur Utama PT Duta Cipta Artha), Andi Susanto, Hendro Setyawan, Fresly Nainggolan, Sari Pitaloka, serta Ratih Widya Astuti.
Tidak hanya itu, terdapat juga nama anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta yang juga selaku anggota Badan Anggaran, Fahmi Zulfikar Hasibuan, dan juga Ketua Komisi E DPRD DKl Jakarta, HM Firmansyah, yang didakwa bersama dengan Alex turut melakukan korupsi.
Perbuatan Alex tersebut telah memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi. Alex selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) didakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menggelembungan harga dalam pengadaan UPS, serta melakukan penunjukkan langsung dalam proses lelangnya sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp81.433.496.225.
Atas perbuatannya, Alex didakwa jaksa telah melanggar Pasal 2 ayat 1 atau 3 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.