Daeng Aziz Mengawal Ketua RW Kalijodo ke Komnas HAM dan DPRD DKI
Daeng Aziz terus memperjuangkan agar wilayahnya tidak digusur Pemprov DKI
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tokoh masyarakat Kalijodo, Abdul Aziz atau yang karib disapa Daeng Aziz terus memperjuangkan agar wilayahnya tidak digusur Pemprov DKI. Seperti yang terjadi pada Senin (15/2/2016), Daeng mendatangi Komnas HAM dan DPRD DKI Jakarta menyuarakan aspirasinya.
Aziz tampil perlente saat meminta perlindungan Komnas HAM dan mendatangi DPRD. Aziz yang berkalung, bercincin, dan bergelang emas tersebut datang mengendarai mobil mewah Mercedez Benz Silver C 280 dengan nomor polisi cantik yang berangkakan namanya sendiri, B 471 SSH.
Saat ditanya, Aziz mengaku kehadirannya hanya mengawal ketua RW dan jajaran pengurus pemukiman Kalijodo yang memperjuangkan aspirasi menolak penggusuran. Dirinya dipercaya untuk mengawal karena ditokohkan oleh warga setempat.
"Jadi saya ke sini ini, hanya mengawal," katanya di depan gedung DPRD DKI, Senin (15/2/2016).
Aziz menolak menjawab ketika ditanya keinginan warga kalijodo. Ia kembali mengatakan jika kedatangannya hanya mengawal dan tidak membawa aspirasi masyarakat. Menurutnya yang membawa aspirasi warga Kalijodo adalah ketua RW 05, Kunarso Suro Hadi.
"Yang membawa aspirasi masyrakat RW-nya sendiri. Saya hanya ditokohkan, kalau ditanya aspirasi pribadi saya jawab," paparnya.
Sementara itu secara pribadi Aziz menginginkan jika tanahnya di Kalijodo tidak dianggap ilegal. Sambil menunjukkan surat-surat tanda kepemilikan tanah yang ditandatangani dan diakui oleh lurah setempat Aziz mengatakan jika ia memiliki bukti kepemilikan secara sah.
"Jangan sampai tanahnya dianggap ilegal ataupun keberadaan masyarakatnya dianggap ilegal juga. Status tanah, ini suratnya, ini PBB nya (pajak bumi bangunan), Rp 16 juta per tahun saya bayar. Ini bentuk pengakuan pemerintah bukan?" katanya.
Ditanya mengenai kawasan Kalijodo yang berdasarkan Rancangan Tata Kota berada dijalur hijau dan bukan diperuntukan untuk pemukiman, menurutnya hal itu tidak berdasar. Aziz sendiri mempertanyakan kapan dibuatnya peta jalur hijau tersebut.
"Kalau bebricara jalur hijau, kapan dibuatnya (aturan). Mana yang lebih dulu dibuat, hunian masyarakat atau dibuatnya jalur hijau. Menurut pengakuan orang di sana, mereka telah tinggal lama di sana, secara turun menurun dan mereka kurang paham dan tidak tahu (aturan jalur hijau)," katanya.
Oleh karenanya ia bersama warga Kalijodo lainnya mendatangi Komnas HAM dan DPRD DKI untuk memberitahukan kondisi sebenarnya. Menurutnya mesti diluruskan persepsi yang ada selama ini, jika keberadaan warga dan pemukiman di Kalijodo adalah ilegal.
"Apa yang saya bawa, yang saya pegang, apa yang saya bawa dari Komnas ham. saya akan temui DPRD untuk memberitahukan bahwa di sana (Kalijodo) tidak ada yang ilegal atau tumpang tindih," katanya.
Menurut Aziz perlu dikaji ulang mengenai aturan tersebut. Jalur hijau mestinya diterapkan pada pemukiman yang baru berdiri, bukan pada pemukiman lama seperti Kalijodo yang telah berdiri kurang lebih 70 tahun. Ia sendiri yang telah 20 tahun di Kalijodo mengaku tidak mengetahui aturan tersebut.
Selain itu menurut Aziz, dirinya bukan menolak mentaati aturan atau ogah direlokasi. Ia hanya ingin apabila aturan ditegakkan, tidak boleh pandang bulu. Apabila Kalijodo disamakan dengan Season City yang berada di Jalur hijau, seharusnya penggusuran juga dilakukan pada tempat tersebut.