Akhirnya Muncul ke Publik, Sunny Akui Jadi Perantara Ahok, DPRD dan Pengusaha
Salah satu staf Gubernur DKI Jakarta,atau Ahok, yang dicegah oleh KPK, Sunny Tanuwidjaja, akhirnya buka suara
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --Salah satu staf Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang dicegah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sunny Tanuwidjaja, akhirnya buka suara.
Sunny mengakui, bahwa dirinya memang menjadi penghubung antara tersangka kasus dugaan korupsi anggota DPRD DKI, Mohamad Sanusi, lalu Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL) Ariesman Widjaja, dan Karyawan PT APL, Trinanda Prihantoro.
Ketiganya menjadi tersangka dalam dugaan korupsi Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (R2ZWP3) di DKI Jakarta, dan Raperda Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis (KS) Pantai di Jakarta Utara (Pantura).
"Penghubung itu kalau misalkan ada pengusaha mau nyampaikan sesuatu ke bapak (Ahok), kadang-kadang lewat saya. Karena Pak Gub (Ahok) itu selalu ngajak saya kalau ketemu politisi dan pengusaha. Supaya kasih perspektif supaya ada saksi," kata Sunny, di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (11/4/2016).
Sehingga, lanjut Sunny, mereka juga bisa kenal dengan dirinya. Pasalnya, jika mereka berhubungan langsung dengan Ahok, kerap merasa sungkan.
"Mereka takut pak Gubernur sibuk dan sebagainya. Ya kadang-kadang ke saya. Tapi nggak selalu ke saya dan nggak semua punya kontak bapak," katanya.
Sunny, merupakan sepupu dari istri Franky Oesman Widjaja, anak dari bos Sinar Mas, Eka Tjipta Widjaja.
Menurut Sunny, sebenarnya antara pengusaha dengan DPRD sudah saling mengenal. Bahkan lebih dulu kenal daripada dengan dirinya.
"Sebelum saya kenal pengusahanya, sebelum kenal dengan DPRD-nya, mereka udah saling kenal. Misalkan kayak Pak Sanusi dan Pak Ariesman, itu setahu saya sejak 2004, Pak Sanusi kan sebelum DPRD pengusaha juga. Pernah ada kerjasama juga dengan APL. Jadi memang hubungan mereka udah lama dan sebenarnya gak perlu saya untuk kenal untuk bicara gitu," katanya.
Untuk masalah Raperda Reklamasi itu sendiri, Sunny mengatakan, bahwa sebenarnya terdapat paguyuban pengembang-pengembang reklamasi. Paguyuban reklamasi itu selain berinteraksi dengan tim di Bappeda, selama proses pembentukan draft dari versi eksekutif, mereka di dalam biasanya ada konsultan Bappeda.
"Pihak Bappeda dan konsultan Bappeda. Konsultasi dengan paguyuban. Kan selalu ada perbedaan pandangan. Mereka juga ingin menyampaikan perbedaan pandangan dari sisi mereka itu seperti apa pandangannya. Kadang langsung ke Pak Gub, kadang langsung ke saya. Interaksinya dari situ sebenarnya," jelasnya.
Namun, Sunny membantah, bahwa untuk pertemuan tersebut dirinya harus menjadi perantara.
"Enggak harus, cuma karena kenalnya sama saya ya, lewat yang lain juga bisa kok. Langsung juga bisa. Cuma kan kadang-kadang, mereka kan enggak tahu Pak Gub tidak memperhatikan detail teknis-teknis Raperdanya itu. Sehingga, Pak Guru itu enggak mau tahu lah. Makanya, dia (Ahok) udah jadi pengin lihat. Tetapi kan dia harus memahami tentang argumentasi-argumentasinya. Enggak mungkin semua dicerna mungkin semua dia bisa pelajari secara detail. Jadi kadang via saya, kadang langsung," katanya.
Untuk pertemuan dengan Aguan, Sunny mengakui pertemuan sekurangnya sekali sebulan. Namun, memang kepentingannya kadang agar bisa menyampaikan ke Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Kalau sama pak aguan sebulan sekali lah, kurang lebih seperti itu. Kebanyakan kalau misalkan pengusaha-pengusaha itu persepsinya, ini kan persepsinya. Pak Gubernur itu dekat dengan Presiden, bisa memberikan masukan ke Presiden, persepsinya seperti itu. Jadi mereka suka ngobrol dengan pak Gubernur harapannya bisa disampaikan kepada pak presiden, kira-kira gitu," katanya.
Sunny juga mengakui bahwa ia kerap melakukan pertemuan dengan Sanusi. Pertemuannya terakhir kali dilakukan pada Februari lalu.
"Kalau kontak betul seperti yang pak Sanusi sebut. Memang saya kontak dia. Kenapa? Karena memang saat itu, draft dari Bappeda itu sudah selesai. Kemudian, diajukan ke DPRD. Tapi kayaknya di situ (DPRD) lama tidak bergerak. Nah, dibahas. Kemudian, pihak paguyuban cek ke saya. Saya bilang cek aja langsung ke sana (DPRD), nah sudah dicek berkali-kali, enggak clear. Saya mau tanya Bu Tuty kan enggak enak, Bu Tuty setahu saya banyak dari Pak Gubernur kan. Jadi, yaudah saya cek langsung. Kenapa Sanusi? Karena kita tahu, Sanksi paling tahu soal beginian. Yang lain kan enggak ngerti," katanya. (Mohamad Yusuf)