Hina BPK, Ahok bisa Dijerat Pasal Penghinaan Lembaga Negara
Sapriyanto Refa mengatakan, sikap Ahok dalam menyikapi kasus RS Sumber Waras, selama ini ditanggapi dengan panas.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ucapan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang menyebut Badan Pemeriksa Keuangan "ngaco", seharusnya tidak keluar dari seorang kepala daerah.
Pengamat hukum, Sapriyanto Refa mengatakan, sikap Ahok dalam menyikapi kasus RS Sumber Waras, selama ini ditanggapi dengan panas.
Hal itu dinilai sebagai upaya pembelaan yang dilakukan dirinya agar tak tersandung kasus tersebut.
"Kalau memang tak bersalah, seharusnya Pak Ahok cukup ikuti saja. Jangan seperti sekarang yang terlihat ketakutan," kata Refa kepada wartawan di Jakarta, Senin (18/4/2016).
Menurutnya, ungkapan pedas yang selama ini terlontar dari mantan Bupati Bangka Belitung ini, malah memperkeruh keadaan.
Padahal, kalau merasa tidak semua itu tidak benar, nantinya bisa dibuktikan dalam hasil akhirnya.
"Ini belum terbukti sudah teriak-teriak. Yang ada malah membuat jelek," katanya.
Pernyataan Ahok lain yang dinilai merugikan adalah melawan BPK yang merupakan lembaga resmi negara.
Sebab, hal yang dilakukan itu, sekaligus mengajarkan ke warga untuk berbuat tidak baik.
"Padahal sebenarnya pak Ahok itu bisa dikenai pasal 207 KUHP yang bunyinya 'Barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan," katanya.
Atas semua tindakan yang dilakukan Gubernur DKI itu, seharusnya memberi contoh yang baik terlebih ia adalah pejabat negara.
Dengan menunjukkan sikap yang baik, terlebih lembaga yang di lindungi negara juga dilindungi UU No. 15 tahun 2004, tentang pemeriksaan dan pengelolaan anggaran negara.
"Jangan merasa yang paling benar, karena semua yang dilakukan BPK sudah melalui standarnya," katanya.
Ketika berada di KPK, Selasa (12/4/2016), Ahok mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menilai, tidak ada kerugian negara dalam pembelian lahan RS Sumber Waras.
"Sekarang saya ingin tahu, KPK mau tanya apa, orang jelas BPK-nya ngaco begitu, kok," kata Ahok sebelum diminta keterangan oleh KPK.
Kasus RS Sumber Waras bermula saat Pemprov DKI membeli lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) senilai Rp 800 miliar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan DKI 2014.
Oleh BPK, proses pembelian itu dinilai tidak sesuai dengan prosedur, dan Pemprov DKI membeli dengan harga lebih mahal dari seharusnya sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 191 miliar.
BPK juga menemukan enam penyimpangan dalam pembelian lahan Sumber Waras.
Enam penyimpangan itu dalam tahap perencanaan, penganggaran, tim, pengadaan pembelian lahan RS Sumber Waras, penentuan harga, dan penyerahan hasil.
Meski demikian, Ahok tetap berpandangan bahwa tidak ada kerugian negara dalam pembelian lahan tersebut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.