Konser Amal 'Ave Maria': Derita Bukanlah Halangan Menabur Kasih
Meski sulit berbicara karena sakit yang dideritanya, dia sumbangkan segala cinta dan ketulusan hatinya.....
Editor: Robertus Rimawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski sulit berbicara karena sakit yang dideritanya, dia sumbangkan segala cinta dan ketulusan hatinya dengan mengadakan malam penggalangan dana untuk pembangunan renovasi Gua Maria Padang Bulan, tempat devosi umat Katolik yang terletak di Pringsewu, Lampung.
Ketulusannya kemudian terwujud dalam malam amal (charity night) berjudul “Ave Maria” yang diselenggarakan di Dom Harverst, Lippo Karawaci, Sabtu(28/5/2016).
T Hary Dwi Atmoko yang berasal dari Pringsewu dan yang sekarang menetap di Gading Serpong, Tangerang merasa terpanggil melaksanakan niat tulusnya saat bertemu dengan Uskup Tanjung Karang, Mgr Yohanes Harun Yuwono pada Desember 2015.
Ia mengutarakan ingin ikut membantu pencarian dana bagi pembangunan renovasi wisata reliji umat Katolik Indonesia di Padang Bulan, Pringsewu, Lampung.
Malam dana, Charity Music Concert "Ave Maria” akhirnya tergelar dengan dihadiri ratusan penonton yang ingin berpartisipasi dalam pembangunan tersebut.
Banyak para penonton menjadi bertanya, ketika sebagai Ketua Panitia, Hari Dwi Atmoko tetap maju ke depan panggung namun tidak memberikan kata sambutan.
Yang memberi kata sambutan adalah rekan satu panitia, Tommy Budiyanto, yang ditunjuk mewakilinya untuk berpidato.
Pertanyaan para penonton mulai muncul, sementara Tommy Budiyanto memberi kata sambutan, Hari berdiri di sampingnya dengan tenang dan senyum.
Hary, ayah dari dua orang putri, Fanani dan Vivaldy serta suami dari Mardahlena ini, telah menderita sakit sariawan selama satu tahun lebih.
Ia tidak hanya sulit berbicara tetapi juga sulit untuk makan karena sakit yang dideritanya tersebut.
Makan atau minum yang harus melewati mulut merupakan derita yang harus ditanggungnya setiap saat.
Nyeri, sakit tak tertahan adalah teman sehari-harinya ketika harus berjuang untuk melewati hari-harinya.
Kondisi fisik Hary dari pendiri Music Sacra Orchestra Jakarta ini adalah indikator terbaik untuk menjelaskan derita yang dialaminya.
Tubuh yang tadinya padat berisi terus menyusut hari demi hari.
Namun sorot mata dan semangatnya untuk berkarya tidak pernah surut bahkan berapi-api. Ia akan mendengarkan lawan bicaranya dengan sabar meski dalam membalas sapaan ia terbata-bata karena sakit yang menerpa saat harus membuka mulut.
Karena ketulusan hari putera dari Bapak Sudibyo (alm) dan Ibu Sukaptinah ini menggerakan berbagai kalangan kemudian membantu mewujudkan impiannya untuk ikut terlibat dalam pembangunan Gua Maria Bunda Segala Bangsa Pringsewu Lampung, yang sering disebut sebagai Lourdes Van Lampung.
Gua Maria Padang Bulan merupakan salah satu destinasi wisata reliji bagi umat Katolik Indonesia dan yang sering disebut dengan nama “Lourdes Van Lampung”.
Berdasarkan sejarah yang ditulis oleh Uskup Tanjung Karang, mendiang Mgr Andreas Henrisoesanta, pendahulu Mgr Yuwono, tempat didirikannya Gua Maria Sendang Padang Bulan pada mulanya adalah tempat untuk bersembunyi bagi para imam dan masyarakat sekitar pada masa penjajahan Jepang di tahun 1942 yang kemudian disusul pada 1949.
Saat itu agresi Belanda mulai masuk ke Pringsewu.
Tempat ini menjadi lokasi bagi para gerilyawan untuk menyusun siasat dan beroperasi bahu-membahu berjuang melawan penjajah.
Pada masa itu, air sebagai kebutuhan vital sangat sulit didapat, namun di lokasi ini ada sebuah mata air atau sendang yang tidak pernah kering.
Akhirnya untuk menjawab kerinduan umat Kristiani akan sebuah tempat ibadah, dibangunlah Gua Maria di lokasi tersebut dan diberi nama Gua Maria Sendang Padang Bulan.
Tidak kurang dari 16 lagu yang dihadirkan pada pagelaran musik orkestra Sabtu Malam itu.
Sesuai dengan thema dari pagelaran ini “Ave Maria”, seluruh lagu yang terkait dengan pujian kepada Bunda Maria termasuk di dalamnya karya dari komposer dunia seperti JS Bach, G Caccini, G Rusticana, Sister Act II, Franz Schubert dan juga lagu Nderek Dewi Maria yang merupakan lagu persembahan Uskup Tanjung Karang Harun Yuwono.
Seluruh lagu diiringi oleh Musica Sacra Orchestra dengan konduktor Dominikus Catur R dengan menghadirkan Regina Caeli Children & Youth Choir, Parish Choir St Laurentius Alam Sutera, Magnificat Choir, St Helena Children Choir (SHCC) serta bintang tamu, Lisa A Riyanto, Jessica Januar, Aryo Indrastiono dan Toto Bariman (Saxophonist).
Meski belum menutupi seluruh biaya pembangunan renovasi yang dibutuhkan, namun semangat Hary Dwi Atmoko menggerakan banyak orang untuk berbuat yang sama. Penderitaan menjadi tidak berarti ketika seseorang mampu berbuat bagi banyak orang.(*)