Kasus Mantan Kajati Maluku, Pakar Hukum Sebut Saksi Ahli Tak Paham
Dalam sidang itu, menghadirkan saksi ahli dari Jaksa Agung yakni Prof Dr Philipus M Hadjon.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menggelar sidang gugatan Surat Keputusan (SK) Jaksa Agung terhadap mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, Chuck Suryosempeno.
Dalam sidang itu, menghadirkan saksi ahli dari Jaksa Agung yakni Prof Dr Philipus M Hadjon.
Saksi berpendapat, majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang berhak memutuskan benar atau salahnya keputusan Jaksa Agung M Prasetyo yang memberikan hukuman disiplin terhadap Jaksa Chuck Suryosumpeno.
"Biar hakim saja yang memutuskan," ujar Philipus usai menjadi saksi ahli dalam sidang gugatan Chuck di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN), Senin (30/5/2016).
Saat ditanya lebih lanjut soal aspek prosedural pemberian sanksi terhadap Chuck yang masih berstatus saksi kala itu, Philipus mengaku hal yang wajar.
"Saya tidak tahu proses pemeriksaan tersebut. Namun, jika dilihat perbandingan pada kasus pidana, saksi kan bisa jadi tersangka karena adanya fakta. Ini ada kemungkinan sama penerapannya," imbuhnya.
Sebelumnya, Chuck sudah meminta perlindungan hukum dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), Komnas HAM dan KontraS. Dirinya merasa menjadi korban kriminalisasi dan tindakan sewenang-wenang Jaksa Agung M Prasetyo.
Sementara pakar hukum tata negara, Margarito Kamis mengkritisi pernyataan saksi ahli.
"Kalau berbicara aturan Peraturan Jaksa Agung atau sejenisnya, status Chuck yang masih sebagai saksi saat dimintai keterangan oleh bidang pengawasan Kejagung, tidak bisa langsung diberikan hukuman," ujarnya.
Kecuali kata dia yang bersangkutan dinaikkan statusnya sebagai terlapor. Pasalnya, pimpinan itu harus menjalankan asas pemerintahan yang baik dan sesuai prosedur. "Ini saya berbicara sesuai fakta dan bukti yang ada," kata Margarito kepada wartawan, Selasa (31/5/2016).
Adapun prosedur yang dilanggar dalam pemeriksaan Chuck yakni Perja 22 Tahun 2013 tentang pedoman penyelenggaraan pengawasan Kejaksaan RI, di mana Pasal 66 isinya SK hukuman disiplin diterbitkan paling lambat lima hari setelah laporan inspeksi kasus diterima dari tim pemeriksa.
"Orang hukum itu, dalam berbicara hukum, tidak bisa hanya melihat dari sisi substantif. Tapi juga harus melihat prosedural. Dua hal ini harus ideal. Pimpinan itu harus bersikap cermat," tandasnya.
Terpisah, kuasa hukum Chuck, Damianus H Renjaan mengaku tidak khawatir pernyataan saksi ahli yang didatangkan pihak tergugat. "Semua bukti, fakta serta saksi ahli yang dihadirkan penggugat semuanya objektif dan sesuai keahliannya. Jadi apa yang perlu dikhawatirkan," kata Damianus.
Menurutnya, keputusan ada di majelis hakim untuk mengabulkan atau tidak gugatan pihaknya. "Kami meyakini, majelis hakim akan obyektif dan independen dalam memutuskan perkara klien kami," tandasnya.