Jaksa: Ada Air Liur RA di Dada Eno
Andri mengatakan, pihaknya hanya menjalankan prosedur hukum sesuai berkas dan alat bukti yang dihadirkan.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG -- Pihak Kejaksaan Negeri Tangerang menanggapi santai adanya bantahan dari RA (16) bahwa dia bukanlah pembunuh Eno Parihah.
"Hak para terdakwa untuk menyangkal semua isi BAP kepolisian di persidangan. Jika memang keterangan BAP tidak sesuai, ya kan tinggal buktikan saja," kata Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Tangerang, Andri Wiranofa, Kamis (9/6/2016).
Andri mengatakan, pihaknya hanya menjalankan prosedur hukum sesuai berkas dan alat bukti yang dihadirkan.
"Jadi kalau cuma sebatas pengakuan, itu tidak cukup. Harus ada buktinya. Pengakuan tanpa bukti cuma berujung debat kusir," kata Andri.
Kendati demikian, menurut Andri, ada poin yang membuat posisi RA tetap berat karena ada barang bukti berupa air liur RA di sekitar dada korban.
"Pada baju korban ada air liur RA. Pada puting korban pun ada air liurnya. Jika dia bukan pelakunya, bagaimana dia menjelaskan hal itu?" ujar Andri.
Seperti diberitakan sebelumnya, Nahjudin, ayah RA (16), siswa SMP yang didakwa menjadi pembunuh Enno Farihah (19) bulan lalu, berkeyakinan bahwa anaknya bukan pembunuh.
Sambil mengucap Demi Allah, Nahjudin mengatakan, saat malam kejadian, yakni Jumat 13 Mei 2016, RA tidur bersama dia di rumah.
Jadi, tidak mungkin anaknya yang dikenal penurut dan 'anak rumahan' itu terlibat dalam kasus pembunuhan karyawati PT PGM di Tangerang tersebut.
"Anak saya tidur di sebelah saya, mas. Demi Allah, mas. Ini bulan puasa. Saya ini muslim, saya tidak bohong," kata Nahjudin di Pengadilan Negeri Tangerang, Kamis (9/6). Ia hadir dalam sidang lanjutan perkara anaknya di PN Tangerang, kemarin.
Nahjudin mengatakan, malam sebelum tidur, RA dan dirinya malah sempat melakukan salat Tahajud. "Dia anak baik, mas. Saya yakin betul dia nggak terlibat. Dia terpaksa ngaku karena tertekan, stres, terintimidasi," tegasnya.
Menurut Nahjudin, RA sama sekali tidak bisa mengendarai sepeda motor. Karenanya, tidak mungkin RA memboncengkan Enno, seperti yang pernah diutarakan salah satu saksi memberatkan di persidangan kemarin. "Dia kalau sekolah saya yang anter jemput kok. Anak rumahan. Boro-boro naik motor, " kata Nahjudin.
Tertekan
Dijelaskan Nahjudin, selama diperiksa polisi, anaknya dalam keadaan sangat tertekan. Kondisi RA di kantor polisi selama masa penyidikan, sangat memprihatinkan. "Anak saya stres parah. Dia nggak melakukan, tapi dipaksa ngaku. Akhirnya dapat tekanan berat, makin stres," tuturnya.
Saking depresinya, kata Nahjudin, anaknya pernah mau bunuh diri karena sudah tidak tahan lagi. "Muka anak saya bengep di kantor polisi. Kasihan," kata Nahjudin. (kar/ote)