Polisi Bantah Pukul Pembunuh Eno Usai Berikan Kesaksian yang Tak Sesuai BAP
Pihak Polda Metro Jaya membantah keras telah melakukan penganiayaan terhadap Rahmat Arifin
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Pihak Polda Metro Jaya membantah keras telah melakukan penganiayaan terhadap Rahmat Arifin (24), salah satu pembunuh Eno Parihah (19).
Sebelumnya diberitakan, berdasarkan keterangan seorang sumber Warta Kota di Pengadilan Negeri Tangerang, perut Arifin sempat dipukul oleh polisi setelah dirinya bersaksi bahwa RA (16), remaja pembunuh Eno, tidak bersalah.
Kala itu Arifin juga bersaksi bahwa semua keterangannya di berita acara pemeriksaan (BAP) Polda Metro Jaya adalah bohong.
"Itu tidak benar sama sekali. Tidak ada pemukulan, " ujar Kanit V Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Komisaris Handik Zusen, Senin (13/6/2016).
Handik mengatakan, setelah Arifin mengatakan bahwa RA tidak bersalah dan semua keterangannya di BAP adalah bohong, polisi hanya menanyakan kebenaran ucapan Arifin di persidangan.
Handik kembali menegaskan bahwa sama sekali tidak ada kekerasan fisik terhadap Arifin.
"Kami tanya, betul atau tidak keterangan di persidangan tadi. Arifin lalu mengatakan bahwa ia berbohong, dan ia menyesali. Saat ingin menyampaikannya bahwa keterangannya bohong, majelis hakim menolak, " kata Handik.
Perihal alasan berbohong, Handik menjelaskan bahwa Arifin melakukannya karena dijanjikan akan dibantu oleh RA saat dirinya disidang nanti.
"Dia diiming-imingi akan dibantu bebas juga oleh RA," kata Handik.
Pada Rabu (8/6) lalu, Rahmat Arifin dalam kesaksiannya di persidangan mengatakan bahwa RA sebetulnya tidak berada di lokasi pembunuhan Enno pada 13 Mei lalu. Selain dirinya dan pelaku lainnya, Imam Hapriadi (24), ada satu pria lain bernama Dimas yang ikut membunuh Enno.
Dimas, dikatakan Arifin, merupakan aktor intelektual dibalik pembunuhan Enno yang merupakan karyawan PT Polyta Global Mandiri tersebut.
Belakangan, RA juga membantah semua isi berita acara pemeriksaan (BAP) Polda Metro Jaya. Muncul spekulasi bahwa RA adalah korban salah tangkap.
Namun, setelah pengakuan di persidangan, Arifin kemudian membuat surat permintaan maaf diatas materai karena sudah berbohong di persidangan.
Arifin mengaku mengatakan RA tidak bersalah karena diancam akan dipukuli RA di dalam sel. (Banu Adikara)