Pengamat: Penanganan Kasus Lahan Sumber Waras oleh KPK Aneh
"Kasus ini agak luar biasa aneh," kata Herry dalam diskusi di kawasan Cikini
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Herry Firmansyah menilai ada yang aneh dengan kesimpulan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta.
Karena hasil kesimpulan KPK tidak sesuai dengan audit investigatif BPK yang selama ini menjadi acuan lembaga antirasuah membongkar tindak pidana korupsi.
"Kasus ini agak luar biasa aneh," kata Herry dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (18/6/2016).
Ketua KPK Agus Raharjo, pada rapat dengar pendapat dengan Komisi III menyebutkan bahwa penyidik KPK tidak menemukan adanya perbuatan melawan hukum dalam pembelian tanah itu.
Sementara komisioner KPK sebelumnya, Taufiqurrahman Ruki telah meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigatif dan dalam audit itu, BPK menemukan adanya potensi kerugian negara sebesar Rp191 miliar.
Herry pun mendesak KPK untuk bersikap netral dan tidak dikendalikan pihak tertentu.
Pasalnya, KPK sebelumnya pernah menggunakan audit BPK dalam kasus dugaan penyelewengan dalam proyek Hambalang yang menyeret mantan Menpora Andi Malarangeng.
"Dalam kasus Andi Malarangeng laporan BPK menjadi salah satu pisau analisis yang digunakan untuk menemukan tindak pidana korupsi," ujarnya.
Dikatakannya, jika KPK ternyata salah, maka lembaga antikorupsi itu akan mendapat penilaian buruk di mata masyarakat.
Bukan tidak mungkin, kepercayaan masyarakat terhadap KPK akan semakin tergerus.
"Ini bisa menjadi preseden buruk bagi pemberantasan tindak pidana korupsi," katanya.