Dengan Mengeluarkan Zakat Bukan Berarti Harta yang Dimiliki Akan Habis kata Siti Masrifah
Jangan memberi ke pihak yang diragukan seperti pelaku terorisme yang menjadikan momentum bulan Ramadhan untuk mencari dana dengan berdalih zakat.
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB ) yang juga anggota Komisi IX DPR RI, Siti Masrifah mengatakan tak perlu menyalurkan zakat ke pihak yang diragukan seperti keluarga teroris yang dianggap syuhada.
"Aturan Islam mengatakan bahwa seorang harus memberi zakat kepada yang yang terdekat dengan kita terlebih dahulu," ungkap Siti Masrifah, Selasa (28/6/2016).
Seperti diketahui bahwa zakat diharapkan diterima oleh pihak yang tepat dan bertujuan membersihkan jiwa orang yang berzakat. Islam mendahulukan yang terdekat dulu dalam pemberian zakat. Yang dekat di sini artinya bisa sanak dekat, sanak jauh, tetangga, lingkungan kerja yang memang membutuhkan.
Jangan memberi ke pihak yang diragukan seperti pelaku terorisme yang menjadikan momentum bulan Ramadhan untuk mencari dana dengan berdalih zakat.
Hal ini untuk menanggapi maraknya imbauan situs-situs radikal untuk memberi zakat kepada keluarga syuhada yang hidup yatim piatu. Sebagian besar yang dianggap syuhada di sini adalah orang-orang yang mencelakakan orang lain karena keyakinan yang salah soal 'berjuang di jalan Allah'.
“Tak perlu disalurkan ke mereka jika dikhawatirkan akan jatuh ke tangan pelaku terorisme,” tandasnya.
Masrifah mengatakan bahwa zakat bertujuan untuk tazkiyatun nafs (membersihkan jiwa) orang yang berzakat.
“Sesuai tujuannya, diharapkan zakat yang dikeluarkan itu sampai kepada orang-orang atau pihak yang tepat, sehingga jangan sampai niat yang baik menghasilkan sesuatu yang tidak baik. Ini bertolak belakang dengan roh atau tujuan zakat itu,” kata Masrifah.
Dia mengingatkan bahwa secara bahasa, zakat berasal dari bahasa Arab yang berarti suci, bertambah dan berkembang, berkah, dan terpuji. Sedangkan secara istilah syara’, zakat berarti suatu bentuk ibadah kepada Allah SWT dengan mengeluarkan sebagian harta dan hukumnya wajib untuk dikeluarkan sesuai aturan dan diberikan kepada golongan-golongan tertentu yang berhak menerimanya.
“Dengan melaksanakan zakat, berarti kita telah membersihkan harta yang kita miliki. Zakat dilakukan setahun sekali tepatnya pada bulan Ramadhan. Dengan mengeluarkan zakat, bukan berarti harta yang dimiliki akan habis, tentu tidak. Zakat itu artinya mensucikan, membersihkan, menambah. Jadi, sebagian harta yang wajib dikeluarkan itu, walaupun terlihat berkurang akan tetapi pada dasarnya akan bertambah jumlah dan keberkahannya, serta akan mensucikan dan membersihkan diri dari segala dosa. Di dalam Al Quran ada 8 golongan menerima zakat yaitu fakir, miskin, riqob, gharim, mu'alaf, fi sabilillah, ibnu sabil dan amil zakat, tapi kita harus mendahulukan kaum diatas yang dekat dengan kita dulu,” paparnya.
Dia mengingatkan Ramadhan identik dengan bulan berbagi, nilai keadilan antar sesama, dan masih banyak lagi nilai-nilai lain yang harus dijaga.
Sementara itu, Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan Fakultas Adab dan Ilmu Humaiora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, DR Zubair M.Ag mengatakan bahwa sejatinya anak yatim wajib dibantu terlepas dari latar belakang keluarga mana, bahkan non muslim sekali pun.
“Kita wajib perhatikan dan berfikir bijak jika ada label syuhada dan mujahidin. Di sinilah peran pemerintah dibutuhkan, jangan sampai masyarakat terjebak mendukung terorisme. Caranya, Pemerintah sebaiknya mengambil alih tugas tersebut sebagaimana amanat UUD 1945. Jangan biarkan mereka mengambil simpatik masyarakat dengan kondisi keluarga mereka tersebut,” urainya.