Mau Digugat Ahok, Warga Bukit Duri Siap Melawan
Warga tidak gentar digugat Ahok dan meminta agar, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk turun ke lapangan.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menggugat balik warga Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan atas kasus reklamasi (pengerukan tanah-red) di bantaran Kali Ciliwung.
Namun, warga tidak gentar digugat Ahok dan meminta agar, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk turun ke lapangan.
Hal ini dilakukan agar ada dialog antara warga dengan pemimpin Ibukota Jakarta. Sehingga, musyawarah dan mufakat terkait rencana relokasi warga Bukit Duri bisa berjalan dengan baik.
Ketua RT 05 RW 12 Bukit Duri Jack Jasandi mengaku bingung dengan rencana Ahok mengugat warga Bukit Duri. Menurutnya, tidak ada dasar hukum atau undang-undang apa yang hendak dipakai oleh Ahok untuk menggugat warga Bukit Duri.
"Kalau warga enggak bisa dituntut. Kok gubernur sendiri menggugat warga, makanya (Ahok) mesti turun dulu ke bawah bertemu warga. Kami warga sudah lebih dulu tinggal sebelum adanya undang-undang tentang perairan," kata dia, Kamis (14/7/2016).
Pria yang menjabat sebagai Ketua Tim Advokasi Ciliwung warga Bukit Duri mengatakan, warga berharap ada penggantian terhadap tempat tinggal warga.
"Pertama kita minta ganti rugi, kedua kalau enggak bisa juga kita minta penggantian 25 persen, ketiga kalau enggak bisa juga kita minta ongkos pindah atau kerahiman," tuturnya.
Kalau tuntutan warga itu tidak dipenuhi, kata dia, warga memilih untuk bertahan. Jack mengaku sebagai Ketua Tim Advokasi Ciliwung warga Bukit Duri, yang mewakili warga di tiga RW yang terkena dampak normalisasi.
Timnya ini menurutnya berbeda dengan Komunitas Ciliwung Merdeka, yang disebut mewakili warga dua RW lain di Bukit Duri yang juga terkena dampak normalisasi.
Warga berharap normalisasi juga mengedepankan kemanusian dan hak warga. Sebab, kalau hanya merelokasi dan tidak mendapat ganti rugi, warga khawatir masalah kesejahteraan setelah tinggal di rusun.
"Intinya kami dimanusiawikan. Kalau memang dialokasikan ke rusun, paling enggak dipikirin masalah kesejahteraan warga, bukan cuma tempat tinggal saja. Usaha kami selanjutnya gimana, karena di sini kami sudah punya usaha dan kerjaan," ujar Jack.
Meskipun program normalisasi demi kepentingan umum, ia mengatakan harus tetap ada koordinasi dengan warga yang terkena dampak.
Sebab, sosialisasi sebanyak tiga kali yang pernah dilakukan baik tingkat kelurahan, kecamatan sampai wali kota dianggap belum memenuhi aspirasi warga.
"Sosialisasi tiga kali itu hanya menggiring kami untuk ke rusun. Mereka bilang pindah ke rusun baik, tapi belum tentu buat masyarakat. Kalau memang untuk kepentingan umum harus ada koordinasi baik dengan warga, mereka ini bukan penghuni liar," ujar Jack.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.