Pengemis 'Tangan Buntung' Beromset Rp 200 Ribu Sehari di JPO Pasar Festival
Dengan modus tangan buntung, pria paruh baya itu mengelabui masyarakat untuk memberikan sedikit rejeki kepadanya.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Udin (46), pendatang yang baru seminggu mencari peruntungan di Ibukota Jakarta.
Namun, cara yang ditempuh oleh pria yang berasal dari Ciwidey, Bandung, Jawa Barat salah. Yaitu menjadi pengemis di sekitaran kawasan Pasar Festival, Kuningan Jakarta Selatan.
Dengan modus tangan buntung, pria paruh baya itu mengelabui masyarakat untuk memberikan sedikit rejeki kepadanya.
Dengan duduk di Jembatan Penyebrangan Orang (JPO), Udin selalu meminta-minta setiap jam pulang kerja.
Kegiatan dari Udin ternyata dipantau oleh Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan. Sehingga, saat dia beraksi, Udin langsung diamankan oleh petugas Pelayanan, Pengawasan dan Pengendalian Sosial Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan, Minggu (17/7/2016).
Saat itu, pria yang menggunakan pakaian berwarna merah itu tak bisa mengelak dari petugas.
Kepala Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan, Mursidin mengatakan petugasnya saat itu sedang melakukan pengawasan di sekitar Pasar Festival.
Melihat ada pengemis yang sedang beroperasi, pihaknya langsung melakukan penjangkauan terhadap pengemis tersebut.
"Saat petugas kami tanya, ia mengaku berasal dari Bandung. Di sana ia bekerja sebagai petani. Baru datang habis lebaran ini. Tinggal bersama anak dan istri di Senen, Jakarta Pusat," ujar Mursidin, Senin (18/7/2016).
Ketika dilakukan penjangkauan, katanya, petugas mendapati uang Rp 200.000 yang berada di kantongnya.
Padahal baru tiga jam Udin beroperasi di kawasan Pasar Festival Kuningan. Udin mengaku pendapatannya Rp 100.000 sampai Rp 200.000 dari jam lima sore sampai jam sembilan malam.
"Alasan Udin datang ke Jakarta ingin mengadu nasib. Dari cerita orang di Jakarta banyak orang sukses. Itu membuatnya tergoda untuk ke Jakarta. Ia mengaku kalau di kampung susah mencari uang," ucapnya.
Padahal, katanya, orang sukses di Jakarta itu kebanyakan orang yang memiliki keterampilan. Baik di sektor formal maupun informal.
Sektor formal mereka bekerja jadi karyawan atau pegawai. Sektor informal mereka berwirausaha mulai dari jualan bakso, soto, dan usaha-usaha lainnya.
"Kami tidak melarang warga daerah datang ke Jakarta. Asal memiliki keterampilan, pendidikan, tempat tinggal dan lain sebagainya. Itu untuk menunjang kehidupan mereka bertahan di Jakarta. Jika tidak bisa bertahan di Jakarta, kemungkinan besar mereka menggelandang atau mengemis," ujar Mursidin.
Pihaknya juga mengimbau kepada masyarakat agar tidak memberi sembarangan. Masyarakat juga perlu cerdas dalam memberi.
Karena sekarang banyak modus untuk mendapatkan uang secara instan. Salurkan kepedulian ke lembaga resmi yang bertanggung jawab. (Bintang Pradewo)