Akan Digusur, Warga Kodam Tanah Kusir Resah
Kodam Tanah Kusir tergabung di bawah RW 08 dan terdiri dari 08 RT. Sebanyak 350 rumah menampung sekitar 620 KK.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Isu penggusuran kembali meresahkan warga penghuni kompleks tentara, kali ini dialami 620 KK di Komplek Kodam Tanah Kusir.
Kodam Jaya tengah melakukan pendataan warga sejak Rabu (7/9/2016) hingga hari ini, Kamis (8/9/2016). Meski tak ada kekerasan, warga menolak mentah-mentah upaya yang dilakukan oleh tentara.
Kodam Tanah Kusir tergabung di bawah RW 08 dan terdiri dari 08 RT. Sebanyak 350 rumah menampung sekitar 620 KK.
Ketua RW 08 Taty Tjep Endang mengatakan ia telah meminta warga untuk tenang, namun warga terprovokasi setelah tentara sebulan lalu menyambangi komplek mereka dan memasang plang yang menyebut komplek adalah aset milik TNI AD.
"Tiba-tiba datang tanpa kulo nuwun, ya dicopot sama anak-anak sini yang kesal, mereka cuma bilang mau pendataan, tapi kita tahu setelah pendataan itu apa," kata Taty kepada Kompas.com, Rabu (7/9/2016).
Taty menarik ingatannya 40 tahun ke belakang. Ia mengaku pada tahun 1975, suaminya diberikan satu pintu barak oleh petinggi tentara saat itu di Tanah Kusir.
Kata Taty, Kompleks Kodam Tanah Kusir dibangun pada 1962. Kala itu, asrama dan barak tentara di atas lahan yang kini berdiri Hotel Borobudur, dibebaskan dan tentara yang menetap di atasnya 'bedol desa' ke hutan belantara yang kini disebut Tanah Kusir.
"Waktu itu bentuknya barak memanjang, orang bebas matok tanah, garap dan bangun sendiri. Benar-benar bebas. Listrik dan air belum ada," kata Taty.
10 tahun kemudian, listrik mengaliri rumah warga. Air dipompa dari sumur-sumur yang digali warga sendiri. Saat itu, kata Taty, instansi militer tak banyak membantu dan membebaskan warga menggarap komplek itu.
Meski tanpa sertifikat, para petinggi berjanji rumah itu adalah milik mereka dan tak akan diganggu gugat.
"Selama puluhan tahun kami bentuk RT RW sendiri, semua diurus kelurahan, belakangan kami menolak Danplek (Komandan Kompleks)," kata Taty.
Hingga pada 9 Agustus lalu, para tentara memasang plang aset. Lima hari kemudian mereka datang mengetuk pintu warga untuk mendata mereka.
Kemarin, tentara kembali datang untuk mendata dan menandai rumah warga dengan pilox merah.
"Kami sampai sekarang nggak diberi tahu apa maksudnya mendata. Kami merasa ya ini bukan milik Kodam Jaya, apa buktinya?" ujar Taty.
Dandim 0504/JS Letnan Kolonel Inf Ade Rony Wijaya mengatakan maksud dari pendataan adalah untuk mengetahui mereka yang berhak dan tidak tinggal di komplek itu.
Sebab, menurut Ade warga tinggal dengan izin yang diterbitkan di Surat Izin Penempatan (SIP). Ia menegaskan komplek itu milik TNI AD.
"Tentunya sudah menjadi kewajiban Kodam Jaya untuk mengamankan aset negara. Bagi warga yang berhak untuk menempati adalah TNI AD Aktif, Purnawirawan TNI, Warakawuri, PNS TNI AD Aktif dan Pensiunan PNS TNI AD," katanya.
"Bagi warga yang menolak kemungkinan memang sudah tidak berhak untuk menempati rumah tersebut sehingga mereka terganggu dengan adanya pendataan," imbuhnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (8/8/2016).
Penulis: Nibras Nada Nailufar