Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hasil Pemeriksaan Kejiwaan Jessica Diragukan

Hasil pemeriksaan kejiwaan yang dilakukan terhadap terdakwa Jessica Kumala Wongso pada saat proses penyidikan kasus pembunuhan Mirna

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Hasil Pemeriksaan Kejiwaan Jessica Diragukan
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Terdakwa kasus dugaan pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso menjalani sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi di PN Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2016). Sidang kali ini masih menghadirkan saksi dari Jaksa Penuntut Umum yaitu Ahli Kedokteran Forensik RSCM Budi Sampurna, Ahli Kriminolog UI Ronny Nitibaskara, dan Ahli Psikologi UI Sarlito Wirawan. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil pemeriksaan kejiwaan yang dilakukan terhadap terdakwa Jessica Kumala Wongso pada saat proses penyidikan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin diragukan.

Psikolog dari Universitas Indonesia, Dewi Taviana Walida, menilai pemeriksaan kejiwaan hanya dilakukan dengan cara menyesuaikan dari rekaman CCTV Cafe Olivier, Grand Indonesia.

Menurut dia, barang bukti rekaman CCTV itu tak bisa menjelaskan untuk menganalisa secara menyeluruh. Dia juga mempertanyakan parameter lazim tidak lazim sejumlah sikap terdakwa Jessica Kumala Wongso.

"Pengertian CCTV pelebaran dari peran teknologi. Dulu kami hanya pakai mata, kaca sekarang CCTV. Perilaku apa yang ingin dilihat, sesuai tak, cukup menjawab tak. Serpihan gambar, bukan data. Kami bedakan informasi dengan data. Bagaimana kami menyimpulkan informasi, dan lihat dari perbedaan," ujar Dewi dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (19/9/2016).

Dia mengklaim, minim data membuat hasil pemeriksaan kejiwaan Jessica tidak mendapatkan hasil yang bisa dipertanggungjawabkan. Ini karena
rekaman CCTV yang dilakukan untuk menganalisa gerakan-gerakan Jessica di kafe Olivier hanya berdasarkan satu informasi.

"Tadi ditanyakan gestur 50 persen. Kami melihat dengan gestur, bisa tak kalau kami nilai dari data yang kurang. Tak cukup data. Bagaimana, kami menyimpulkan dari data yang minim. Kalau menarik kesimpulan dari CCTV tak bisa, itu hanya satu informasi. Memang, kami bisa menilai dari data yang kurang?,” kata dia.

Berita Rekomendasi

Di persidangan pada Senin (15/8/2016), ahli psikologi yang pernah dihadirkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), Antonia Ratih Anjayani, mengatakan kalau beberapa sikap Jessica tak lazim pada saat Mirna tewas. Salah satunya menaruh tiga paper bag di atas meja, dan melakukan close-bill setelah minum.

Dewi mengaku, harus ada data statistik untuk menerangkan itu. Perlu beberapa metode membuat kesimpulan janggal atau tak janggal, maupun lazim ataupun tak lazim.

Sebab, Ratih hanya menyimpulkan berdasarkan hasil pengamatan. Selain itu, Ratih hanya menggunakan parameter kelaziman, orang lain di luar diri Jessica.

"Namanya metode ukuran antar waktu, itu untuk mengukur konsistensi. Bagaimana seseorang melakukan sesuatu yang bisa dilakukan. Kalau ukurannya orang lain, harus ada penilitian. Menggunakan statistika. Tidak bisa pakai norma umum," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas