Ribuan Nelayan dan ABK Muara Baru Akan Mogok Kerja Besok
Sebanyak 85 ribu nelayan pelabuhan akan mogok kerja dan tidak melakukan aktivitas di pabrik dan pengolahan ikan di Muara Baru.
Penulis: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nelayan, buruh, anak buah kapal (ABK) dan tenaga kerja tidak langsung akan mogok kerja di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta Utara pada Senin (10/10/2016) besok.
Diperkirakan sebanyak 85 ribu nelayan pelabuhan akan mogok kerja dan tidak melakukan aktivitas di pabrik dan pengolahan ikan di Muara Baru.
Kebijakan Perum Perikanan Indonesia yang menaikkan biaya sewa lahan sangat tinggi yakni sebesar 450 % berimbas pada ancaman pengangguran sebanyak 85 ribu nelayan dan buruh.
Mogok kerja dilakukan akibat dari kenaikan uang sewa lahan dalam jangka waktu lima tahun, serta rencana pengosongan paksa terhadap bangunan dan gedung perusahaan ikan.
Tentu saja imbas dari mogok kerja tersebut akan membuat industri ikan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara dan industri ikan kecil lainnya akan lumpuh total.
Ketua Paguyuban Pengusaha Perikanan Muara Baru Tachmid Widiasto Pusoro mogok dipicu kebijakan Perum Perindo yang menaikkan tarif sewa lahan sebesar 450 persen dari Rp 236 juta menjadi R p1,558 miliar per hektar per tahun.
Perum Perindo juga memperpendek jangka waktu sewa lahan dari 20 tahun menjadi 5 tahun sehingga tidak memberikan kepastian dalam usaha.
"Mogok kerja nelayan dan buruh di Pelabuhan Muara Baru akan diikuti 10 ribu buruh, 35 ribu anak buah kapal (ABK) dan 40 ribu tenaga pekerja tidak langsung. Jadi dengan sebanyak 85 ribu nelayan, buruh dan pekerja yang mogok akan melumpuhkan pelabuhan," kata Tachmid, Minggu (9/10/2016).
Mogok kerja itu, jelas Tachmid, berdampak luas bagi perindustrian ikan di Indonesia. Tentu saja dengan pelabuhan yang lumpuh total, serta berhentinya perindustrian baik pabrik ikan maupun pengolahan ikan akan berdampak pada nelayan dan buruh.
"Ini karena ada kenaikan sepihak yang mencapai 450 persen. Kebijakan ini akan membuat pengusaha ikan gulung tikar. Hal itu akan merembet pada puluhan ribu buruh, nelayan dan pedagang ikan yang akan menganggur," tegasnya.
Para pengusaha dan nelayan-pun berharap pemerintah bisa membantu bukan malah mematikan hajat hidup mereka. Mereka ingin pemerintah bisa mengimplementasikan Inpres no.7 tahun 2016 dengan bijak.
"Tuntutan pengusaha dan nelayan berdasarkan Inpres No.7 Tahun 2016 adalah tarif sewa naik tidak lebih dari 20 % dan masa sewa minimal 10 tahun. Selain itu pengosongan paksa harus dihentikan," ujarnya.
Selain itu, ternyata, Perum Perindo memaksa bagi hasil keuntungan 25 % usaha solar di kawasan Pelabuhan Muara Baru dan Perum Perindo menentukan harga penjualan solar, indikasi mengarah ke oligopoli.
Transhipment harus diijinkan demi efisiensi. Pembatasan GT untuk kapal ikan jangan hanya 150 GT , terang Tachmid, dan SIKPi 200 GT harus direvisi. Pengurusan izin kapal berlayar selesai dalam tujuh hari kerja.