Djarot Minta Bawaslu Telusuri Dalang Penghalangan Kampanye
Calon wakil gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat meminta Badan Pengawas Pemilu telusuri koordinator lapangan penghalangan kampanyenya
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Calon wakil gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat meminta Badan Pengawas Pemilu telusuri koordinator lapangan penghalangan kampanyenya jelang Pemilhan Kepala Daerah Jakarta 2017.
Setiap pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta didampingi Panitia Pengawas Pemilihan Umum. Sempat terjadi penghadangan massa terhadap kunjungan kampanye Djarot di permukiman warga di Jalan Karanganyar, Pasar Baru, Jakarta Pusat.
"Saya minta tolong di dalam penyelenggara pemilu itu kan ada Panwas, kok Panwas-nya tidak respon, ada pengatur, tidak ada pengaduan ketika ada yang menghalang-halangi," ucap Djarot di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Senin (14/11/2016).
Djarot meminta, Panwaslu menelusuri dalang, yang kerap melakukan penghalangan kampanye dirinya dan calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Seharusnya dia responsive dong, dia bisa mendatangi siapa yang menjadi korlap-nya, dia bisa mendalami siapa yang ada di belakang itu," imbuh Djarot.
Kemudian, Djarot juga meminta kepada pihak kepolisian untuk tidak berlebihan mengirimkan pasukan demi menjaga keamanan wilayah. Djarot memercayai, warga Jakarta toleran dan tak anarkis.
"Saya tadi minta sama polisi ya jangan terlampau banyak kalau saya turun. Jangan terlalu banyak tidak apa-apa saya jamin aman, warga jakarta ini sangat toleran, kalau kita kedepankan dialog. Jadi ini ya hasil tadi dan nanti saya sampaikan juga ini ke (Panwaslu) Jakarta barat," tutup Djarot.
Sebab, ucap Djarot, kampanye itu dilindungi Undang-undang. Pasal 187 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota melarang setiap orang untuk mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye.
Pelaku penghalangan kampanye terancam hukuman pidana penjara paling lama 6 bulan dan atau denda maksimal Rp 6 juta.