Kasus Penistaan Agama Dinilai Bertujuan Keluarkan Ahok Sebagai Peserta Pilkada
"Demokrasi Pilkada DKI sudah habis. Semuanya sudah ditekan begitu. mana ada kebebasan di situ. Orang yang digelar perkara saja tak ada kebebasan,"
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dinilai sarat kepentingan.
Pengamat Politik dari Universitas Indonesia Arbi Sanit melihat kejanggalan kasus Ahok mulai dari proses gelar perkara yang dilakukan kepolisian.
Sejumlah ahli dan penyidik diketahui sebelum menetapkan Ahok sebagai tersangka tidak bulat.
Penetapan Ahok sebagai tersangka kasus tersebut setelah dilakukan gelar perkara.
"Masalahnya adalah pada gelar perkara hitung-hitungan suara, terus kalah Ahok. Ya jadi itu kan persoalan mayoritas versus minoritas jadinya. Kalau dalam soal itu, keinginan mayoritas Ahok kan keluar dari pencalonan, kan begitu," kata Arbi Sanit saat dihubungi wartawan, Sabtu (10/12/2016).
Termasuk demonstrasi besar-besaran yang terjadi untuk menuntut penegakan hukum terhadap Ahok, Arbi mengatakan, itu sebagai satu instrumen saja.
Menurut dia, politisasi agama juga kental dalam kasus penistaan agama Ahok ini.
"Ya politisasi agama. Dia bukan dikalahkan kualifikasi sebagai calon, tapi dikalahkan oleh penolakan berdasarkan agama," katanya.
Terlebih lagi, nanti dia khawatir dalam proses pengadilan akan ada demo besar yang menuntut Ahok dihukum.
Hal ini dinilai tidak baik untuk menjaga independensi hakim.
"Jadi baik gelar perkara, kemudian saya kira pengadilannya nanti akan dibayangi dua demo besar itu," katanya.
Tentunya dengan adanya aksi massa, pihak yang menangani kasus Ahok akan merasa terancam.
"Gelar perkara kan sudah diwarnai dan sekarang juga tuduhan kepada Ahok juga diwarnai demo itu. Saya pikir pengadilan akan diwarnai itu. Saya pikir tidak ada hakim yang berani membenarkan Ahok," katanya.
Arbi melihat sejak awal memang sudah ada kekuatan yang ingin mengeluarkan Ahok dari pencalonan.
Apalagi, menurut dia, dua calon lawan Ahok dinilai tidak sebanding jika bertarung dalam Pilgub DKI 2017.
"Sekarang dua itu (Agus Yudhoyono dan Anies Baswedan) bukan tandingannya. Tak ada logikanya dua itu akan lebih unggul dari Ahok. Ya Ahok segalanya unggul dari kualifikasi calon," kata dia.
Karena kasus penistaan ini, Arbi mengatakan, tak ada lagi demokrasi di Pilgub DKI 2017.
"Demokrasi Pilkada DKI sudah habis. Semuanya sudah ditekan begitu. mana ada kebebasan di situ. Orang yang digelar perkara saja tak ada kebebasan," katanya.