Jaksa Menyindir Sikap Ahok yang Merasa Paling Benar
Jaksa lalu menyindir pernyataan Ahok yang merasa dizalimi oknum politik yang pengecut karena hanya menggunakan ayat suci.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang penistaan agama menegaskan bahwa dakwaan calon gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah melakukan penistaan agama bukanlah dakwaan prematur.
Jaksa pun meminta hakim menolak eksepsi terdakwa dan tetap menggelar sidang kasus penistaan agama tersebut.
Ketua tim jaksa, Ali Mukartono mengatakan, pasal-pasal yang dikenakan dalam surat dakwaan Ahok sudah tepat dan tidak keliru. "Dengan demikian Pasal 156 a huruf a KUHP yang didakwakan kepada terdakwa bukan merupakan dakwaan prematur," kata Ali dalam sidang di PN Jakarta Utara yang digelar di Jalan Gajah Mada, Selasa (20/12) siang.
Pada sidang perdana pekan lalu, Ahok telah membacakan eksepsi atau nota keberatan.
Ahok antara lain menyatakan, sepanjang berkarier di dunia politik, ia menemukan fakta tentang lawan-lawan politiknya yang menyitir ayat-ayat suci untuk mendongkrak perolehan suara pemilih.
Menurut jaksa, jika kondisinya seperti itu, Ahok seharusnya menggunakan koridor yang dipakai sebagai parameter di pilkada.
"Ketika ada kandidat yang menggunakan metode yang tidak sama dengan yang digunakan terdakwa, harus dikembalikan pada koridor peraturan perundang-undangan itu,"
Jaksa lalu menyindir pernyataan Ahok yang merasa dizalimi oknum politik yang pengecut karena hanya menggunakan ayat suci dalam menghadapi pertarungan politik.
"Sikap terdakwa yang secara tidak langsung merasa paling benar dan paling baik itu semakin nyata, dengan menempatkan dirinya seolah-olah, tidak ada orang lain yang lebih baik dari terdakwa," katanya.
"Dan orang itu dianggap pengecut hanya karena menggunakan surat Al-Maidah ayat 51 sebagai bagian dari Al-Quran dalam pesta demokrasi atau pilkada," kata Ali.
Dalam nota pembelaan, Ahok juga menyatakan bahwa dirinya tidak bermaksud menistakan ayat suci Al-Quran. Ahok mengaku menghormati agama Islam dan mendukung pembangunan sejumlah masjid di Jakarta.
Namun, jaksa menilai bahwa tindakan tersebut tidak bisa menjadi alasan bahwa Ahok tidak menistakan agama.
Jaksa menilai, kebijakan Ahok membangun sejumlah rumah ibadah, menyumbangkan 2,5 persen gajinya, dan membantu pengadaan daging saat Idul Adha merupakan hal wajar yang dilakukan oleh seorang gubernur.
"Sepanjang hal tersebut menyangkut kebijakan terdakwa sebagai gubernur dalam menggunakan dana APBD DKI adalah hal yang wajar dan biasa dilakukan pejabat publik di mana saja," ujar jaksa.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.