Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

AMSIK Minta Majelis Hakim Tolak Dakwaan JPU Terhadap Ahok

Menurut Todung, pihaknya menuntut Majelis Hakim yang mengadili perkara ini untuk tidak mengabaikan pertimbangan hukum putusan Mahkamah Konstitusi

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Fajar Anjungroso
zoom-in AMSIK Minta Majelis Hakim Tolak Dakwaan JPU Terhadap Ahok
ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/Pool
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama bersiap menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di PN Jakarta Utara, Jakarta, Selasa (20/12). Sidang lanjutan dengan agenda tanggapan jaksa atas nota keberatan (eksepsi). TRIBUNNEWS/ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/Pool 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA‎ -‎ Aliansi Masyarakat Sipil untuk Konstitusi (AMSIK)‎ menuntut Majelis Hakim menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) alternatif pertama (Pasal 156a KUHP) terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak dapat diterima (de officier is niet onvankelijk verklraad).

‎Koordinator Amsik, Todung Mulya Lubis, mengatakan, dalam dakwaan alternatif pertama, JPU mendakwa Basuki Tjahaja Purnama dengan perspektif bahwa pidato Basuki Tjahaja Purnama pada tanggal 27 September 2016 di Kepulauan Seribu di hadapan para nelayan sedang melakukan penafsiran terhadap Surat Al-Maidah 51, QUOD NON, padahal menurutnya tidak demikian.

Hal ini dapat dilihat sendiri dalam surat dakwaan alternatif pertama dari JPU pada halaman 3 paragraf terakhir, yang pada intinya menyatakan soal interpretasi dan penerapan dari Surat Al-Maidah 51 adalah domain dari agama Islam dan para pemeluknya.

"Oleh karena alur berpikir JPU dalam mendakwa Basuki Tjahaja Purnama dalam dakwaan alternatif pertama berkaitan atau dapat dikualifikasikan sebagai tindakan penafsiran atas surat Al-Maidah 51, maka ketentuan hukum positif yang harusnya diterapkan adalah Pasal 1 sampai Pasal 3 UU PNPS No 1 tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Atau Penodaan Agama, yaitu mekanisme peringatan keras terlebih dahulu (Pasal 2). Apabila orang tersebut masih juga melanggar walaupun sudah diberi peringatan keras, maka barulah ketentuan pidana dapat diterapkan (ultimum remedium)," kata Todung dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/12/2016).

Menurut Todung, pihaknya menuntut Majelis Hakim yang mengadili perkara ini untuk tidak mengabaikan pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 84/PUU-X-2012, halaman 145 poin 3.16.

Aturan itu yang pada pokoknya menyatakan: 'Menimbang bahwa terhadap dalil para Pemohon bahwa Pasal 156a KUHP seharusnya tidak dapat diterapkan tanpa didahului dengan perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatan di dalam Suatu Keputusan Bersama 3 Menteri (Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri), Mahkamah berpendapat sebagai berikut:

Berita Rekomendasi

Bahwa Pasal 156a KUHP merupakan tindak pidana yang ditambahkan ke dalam KUHP berdasarkan perintah dari UU Pencegahan Penodaan Agama.

Adapun rumusan Pasal 156a KUHP a quo mengatur tindak pidana dalam perbuatan yang pada pokoknya bersifat 'permusuhan', 'penyalahgunaan' atau 'penodaan' terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Oleh karena itu, untuk menerapkan ketentuan tersebut, maka sebelumnya diperlukan perintah dan peringatan keras sesuai dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pencegahan Penodaan Agama...”

"Oleh karena tidak adanya peringatan keras terlebih dahulu yang diberikan terhadap Basuki Tjahaja Purnama, maka sudah sepatutnya demi hukum dan keadilan Yth Majelis Hakim menyatakan dakwaan alternatif pertama (156a) JPU dinyatakan tidak dapat diterima (de officier is niet onvankelijk verklraad) karena secara hukum acara pidana dakwaan alternatif pertama tersebut masih prematur untuk didakwakan terhadap Basuki Tjahaja Purnama," tuturnya.

Amsik, kata Todung sangat berharap pada Majelis Hakim untuk dapat menjadi corong keadilan dan dapat menjatuhkan suatu putusan yang sesuai dengan hak asasi manusia (HAM) dan Konstitusi kita.

"Khususnya Pasal 28 D UUD 1945, yang berbunyi: 'Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum'," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas