Dewi Ungkapkan Kedamaian dan Keindahan Lewat Karya Lukisan
Beberapa pameran telah Dewi ikuti antara lain di Hotel Crown Plaza, Sahid Jaya, Grand Indonesia, Central Park, dan Gandaria City.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keindahan adalah karunia Tuhan yang patut disyukuri setiap manusia. Keindahan makin meneduhkan, membuat damai, dan membahagiakan setiap orang yang menikmatinya manakala diekspresikan lewat karya lukis.
Terlebih jika komposisi dan harmoni kaya warna karya lukis itu sangat apik, proporsi dan saling mengisi setiap ruang kanvas maupun media kertas karya cipta tersebut.
Tidak berbeda jauh dengan harmonisasi kehidupan nyata. Keberagaman dan keanekaragaman warna seperti karya lukis perupa perempuan Dewi Hidayat, seolah menjadi pesan moral penting anak bangsa untuk lebih arif dan bijak melihat perbedaan. Keberagaman justru menjadi kekayaan luar biasa bangsa untuk menciptakan kedamaian dan kesejahteraan.
Ekspresi karya lukisan dalam tema "Keindahan dalam Warna" oleh perupa perempuan Dewi Hidayat ditampilkan dalam pameran tunggalnya di Sentra Jamu Indonesia (SJI), Grha Muncul Mekar, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Perempuan yang mengaku talenta dia dapatkan dari kehendak Tuhan ini sebagai kekuatan, adalah ungkapan karya dan rasanya untuk dinikmati seluruh masyarakat Indonesia.
Dengan satu harapan, keindahan dalam warna dalam konteks kehidupan keseharian adalah harmoni luar biasa sebagai karunia Tuhan untuk dijaga, dirawat, dipertahankan, dan diteruskan anak cucu sampai kapan pun.
Pesan penting seorang seniman sekaligus sebagai ibu kepada setiap anak bangsa untuk selalu mencintai, mengasihi, dan menyayangi meski tidak harus sama keyakinan, ras, etnis, dan latar belakang sekali pun.
"Tuhan sebagai tempat kita meminta akan terus memberikan cinta dan kasih karena cinta dan belas kasihnya itu akan terus menumbuhkan kedamaian sebagai kekayaan sejati umat," ujar Dewi Hidayat.
Pameran tunggal karya istri Dirut SidoMuncul Sofyan Hidayat sekaligus ungkapan rasa syukur ulang tahun ke 63 tahun dihadiri keluarga besarnya, suami, anak dan para cucunya serta sahabat dan kolega seperti budayawan Arswendo Atmowiloto, mentornya Lanny P. Andriani dan Wahyu Geyong, dan beberapa pejabat sipil dan militer.
Dewi Hidayat mendefinisikan keindahan dirumuskan dengan cara yang berbeda, diekspresikan juga dengan cara yang tidak sama. Arswendo menyebut keberadaannya bisa dirasa dan bisa dinikmati. "Inilah yang disiapkan melalui lukisan cat juga cat air-karya Ibu Dewi Hidayat.
Pengalaman pribadi, bagian pengalaman hidup, menjadikan proses kreatif menemukan bentuk dalam keindahan pada bunga, misalnya. Bunga yang biasa kita lihat sehari-hari di pekarangan, menemukan realitasnya yang baru. Termasuk pilihan warna, termasuk sudut pengambilan dan cara memainkan brush stroke dengan sapuan kuasnya.
Itulah sebabnya pelukis bisa berbeda satu dengan yang lain, walau objek lukisannya sama bunga, sama jenisnya, dengan warna yang sama," ujar Wendo.
Objek lukisan Dewi Hidayat bukan hanya bunga, namun harmoni warna menjadi kekuatan karya perempuan kelahiran Blora ini. Ada rangkaian anggrek putih, bunga krisan yang dominan kuning atau buah leci merah yang ranum atau warna merah menawan dari soka dan bunga sepatu, sebanyak warna bunga yang ada.
Selain juga lukisan kenangan di sepanjang mata memandang Bunga Lavender sungguh ciamik untuk dinikmati. Bahkan objek lainnya seperti kerumunan ikan koi, dua harimau bercengkerama dengan damai, juga kerumunan burung Macaw tak dilewati begitu saja oleh Dewi.
Macaw, jenis burung masih satu rumpun Nuri, dekat dengan KaKak Tua, adalah jenis burung dengan warna bulu indah, paruh kuat, bisa berkumpul di alam bebas, dan setia dengan pasangannya. Keberkelompokan ini ditampilkan dalam suasana bahagia-the happy Macaw, yang penyelesaiannya memerlukan waktu enam bulan.
Macaw, burung asli Australia juga ditampilkan dalam latar warna kuning sangat sepadan dan proporsi sarat makna tentang arti pentingnya keberagaman untuk kedamaian bersama.
Kalau ada sesuatu yang berbeda, pada lukisan cat air, Old Town, ini menyembunyikan rasa diam (nglangut) yang panjang sunyi dari Dewi saat menikmati kota Semarang, tempat dia bersekolah dan bertemu suami tercinta, yang tak didapat karya yang lainnya.
Terhadap hal ini, Sofyan Hidayat, bertutur, barang kali ini bagian dari "pengalaman pribadi" yang berbeda dengan yang ada selama ini dia buat.
"Tapi pada akhirnya menyempurnakan keindahan, dan atau pilihan warna. Sesungguhnya keindahan menjadi lebih indah ketika dibagikan. Karena saya menganggap Dewi menemukan makna baru dalam proses kreatifnya, ketika diucapkan dan bisa diungkapkan," ungkapnya.
Melukis bagi Ibu dari tiga putri, Vanina, Yana dan Candice ini, sebagaimana seniman lainnya, tak berbeda dengan posisinya sebagai bagian dari keluarga besarnya, sebagai istri, sebagai ibu, sebagai oma, sebagai bagian dari kehidupan seharian. Dan dalam suasana itulah karya-karya kreatifnya lahir, mengalir, dan tak mengenal akhir.
Lahir dari keluarga pengusaha, Dewi Hidayat mengaku tak memiliki darah pelukis. Ayah Dewi lebih suka menyanyi dan sang kakek juga lebih menggandrungi dunia pewayangan. Dia melukis tahun 2001, sebelumnya ketika masih sekolah melakukan kegiatan sebagai hobi saja, termasuk membaca buku dan mendengarkan musik.
Melalui karya-karyanya, Dewi ingin menunjukkan pada semua orang bahwa bangsa ini punya banyak keindahan yang layak dijaga dan dirawat. Beragam tanaman bunga dengan aneka warna yang dia lukis dari kebunnya sendiri itu, kata dia, merefleksikan keindahan yang diberikan Tuhan kepada umat manusia.
Dewi mengaku menuntaskan setiap lukisan itu dalam waktu yang panjang. Satu lukisan, kata dia, diselesaikan dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati, dalam waktu 3 sampai 6 bulan.
Menurut Dewi, naluri melukisnya ada pada dirinya baru muncul saat duduk di bangku SMP. Bakat itu semakin dia tekuni setelah berjodoh dengan Sofyan Hidayat. Meski memiliki watak keras namun baik hati dalam bersikap dan selalu mendukung talenta istri tercinta.
Dari kecintaan Dewi pada dunia seni lukis ini menurut perempuan yang membuat keluarganya berimbang karena semua lukisan rata-rata menggambarkan ketenangan, keteduhan, keindahan. "Intinya menegaskan sifat saya yang senang akan hidup yang dipenuhi rasa damai sejahtera," ungkapnya.
Dewi mengaku tak akan mematok soal harga dalam karya lukis yang dia pamerkan itu. "Tidak ada latar belakang tertentu untuk menentukan harga lukisan. Kalau saya suka, harganya saya buat lebih mahal dari yang lain," ujarnya.
Beberapa pameran telah Dewi ikuti antara lain di Hotel Crown Plaza, Sahid Jaya, Grand Indonesia, Central Park, dan Gandaria City.